Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Kamis, 18 September 2008

Air Matamu Adalah Embun Pagi

AIR MATAMU ADALAH EMBUN PAGI

Saat yang paling menyenangkan bagi Ayah, juga bagi Bunda adalah saat engkau tersenyum, tertawa. Bunda bilang, ketika tersenyum, engkau terlihat benar-benar seperti bayi padahal engkau memang bayi berusia satu tahun. Tapi senyum dan tawamu mengingatkan kami bahwa engkau barulah manusia kecil berusia satu tahun, manusia yang dunianya hanya dipenuhi oleh main-main dan kesenangan-kesenangan, dunia yang tidak sesungguhnya. Beda dengan kami, senyum dan tawa yang kami tampilkan tidak melulu berasal dari kesenangan. Demi toleransi, kami tersenyum dan tertawa. Demi rasa hormat, kami tersenyum dan tertawa. Singkatnya, demi orang lain yang sedang tersenyum dan tertawa, kami pun ikut tersenyum dan tertawa, latah, dunia yang sesungguhnya.

Saat engkau menangis adalah saat yang menyedihkan. Secara harfiah juga secara maknawi. Bagimu, engkau menangis adalah tanda bahwa engkau mulai mengenali dunia: Harapan yang tak sampai, keinginan yang tak terpenuhi, hak milik yang terampas, kewajiban yang merangsek sedikit demi sedikit. Bagi kami, engkau menangis adalah tanda dimulainya satu episode kehidupan kami yang mungkin akan penuh dengan air mata, keringat dan darah.

Meski demikian, menangislah anakku, dengan air mata, jangan tanpa air mata. Air matamu adalah embun pagi yang cerah berkilauan, memantulkan harapan-harapan baru yang akan bermunculan sepanjang hari. Menangislah, basahi jiwa kami dan tenggelamkan raga kami. Sucikan kami dari kesombongan. Sesakkan dada kami yang membusung. Luapkan mata kami dengan air matamu, hingga air mata kami pun meluap. Air mata kami adalah penyesalan yang mengendap. Kadang kami lupa bahwa engkau bukanlah boneka Barbie yang bisa kami pamerkan kemana-mana.

Sabtu, 06 September 2008

Mencari Guru

MENCARI GURU

Text Box: Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” (QS. Al-Kahfi: 60)  Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapatiku sebagai seorang yang aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun.” Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku,maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (QS. Al-Kahfi: 65-70)

Setiap orang yang berguru ataupun yang sedang mencari guru disebut murid. Kata murid dalam kajian morfologi bahasa Arab adalah isim fa’il yang berarti orang yang menginginkan, berasal dari akar kata arooda-yuriidu yang berarti ingin atau menginginkan.

Seseorang disebut murid, karena dia menginginkan sesuatu dan selalu berupaya mencarinya sampai dapat. Karena itu, seorang murid harus tahu dan mengerti apa yang dia inginkan, sehingga timbul semangat untuk memperolehnya, tahu bagaimana mendapatkannya, dimana memperolehnya, dan siap yang dapat memenuhi keinginannya itu.

Seorang murid yang tidak tahu apa yang menjadi keinginannya, akan tersesat di jalan pencariannya, dan itu akan membuatnya kelelahan, meskipun suatu saat dia akan sampai juga pada keinginannya (mungkin juga tidak). Tidak tahu apa yang diinginkannya membuatnya berputar-putar karena dia juga tidak tahu harus kemana mencarinya. Bisa saja dia berada di tangan orang yang tidak tahu apa yang dia inginkan, atau orang yang pura-pura punya, atau orang yang pura-pura tahu.

Meminta sesuatu harus kepada yang mempunyai sesuatu itu. Jika tidak punya maka jangan diminta. Faaqidusyai’ laa yu’thi, kata orang Arab. Artinya : Orang yang tidak punya tidak dapat memberi. Jadi, jika ingin belajar matematika, maka harus kepada orang yang tahu tentang matematika. Tidak hanya tahu, orang itu juga harus bisa menunjukkan apa itu matematika. Orang yang tahu harus bisa menunjukkan. Jika tahu tetapi tidak bisa menunjukkan, namanya tukang tipu alias tidak tahu tetapi mengaku tahu.

Text Box: Sebuah percakapan mendalam dengan seorang bijak lebih baik daripada sepuluh tahun mempelajari buku.  (Henry Wadsworth Longfellow) Mencari guru berarti mencari orang yang tahu apa yang menjadi keinginan. Guru akan muncul jika murid ada. Dengan kata lain, ada murid ada guru, tidak ada murid tidak ada guru. Apa ada guru yang tidak punya murid ? Penjelasan dituturkan karena ada pertanyaan. Penjelasaan yang diberikan tanpa ada pertanyaan akan terus hambar, kurang berkesan, bisa jadi seperti orang yang makan setelah kenyang. Seperti pemberian tanpa ada permintaan, di terima tetapi kurang berkesan.

Mencari guru sejati artinya mencari orang yang tahu apa yang menjadi keinginan, bahkan sebelum keinginan itu disampaikan. Menjelaskan sebelum pertanyaan itu ditanyakan. Memberi sebelum permintaan diajukan. Guru yang seperti itu memang susah dicari, sulit dikenali sosoknya sebagai guru. Tampaknya bukan guru tapi guru. Tampaknya tidak menjelaskan tetepi menjelaskan. Tampaknya tidak memberi tapi memberi. Tampaknya tidak berkitab tetapi berkitab. Kitabnya pun tidak hanya satu, tetapi banyak berserakan di sekelilingnya. Langit dan bumi beserta isinya merupakan kitabnya, termasuk di dalam dirinya pun termuat kitab-kitab, kitab yang tidak Text Box: “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman :”siapa saja yang telah memusuhi kekasih-Ku maka Aku menyatakan perang kepadanya. Dan tidak mendekat diri seorang hamba-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku senangi dari menjalankan kewajibannya, dan hamba-Ku itu senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan ibadat-ibadat sunnah sehingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, Aku telah menjadi pendengarannya yang ia akan mendengar dengannya, menjadi tangannya yang ia berbuat dengannya, menjadi kakinya yang ia berjalan dengannya, dan jika ia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan-Ku pasti Aku akan melindunginya.”   (Hadits Qudsi)ada lagi keraguan di dalamnya, dzaalikal kitaabu laa raiba fiihi. Setiap orang tidak akan menyalahi apa yang diterangkan dalam kitab itu, apapun agama dan kepercayaannya. Siapa yang dapat menolak bahwa air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat rendah ?

Guru yang seperti itu sulit dijumpai karena dia tidak pernah mengaku sebagian guru. Seorang polisi tidak perlu mengaku polisi. Seperti juga maling tidak perlu mengaku maling. Gerak-geriknya sudah menunjukkan bahwa dia polisi atau maling. Orang mengaku-aku karena khawatir tidak diaku.. Orang mengaku guru karena takut di tidak dianggap sebagi guru, Takut kata-katanya tidak didengar, takut tidak punya pengikut. Guru yang benar-benar guru tidak perlu pengakuan, tidak perlu pendengar dan tidak perlu pengikut. Orang-orang saja rela berkorban mengikutinya.

Mencari guru sejati memang tidak mudah, tetapi juga tidak sulit. Hanya dibutuhkan keinginan sejati, yaitu murid sejati. Hanya murid sejati yang mampu menemukan guru sejati, karena guru sejati tadinya juga murid sejati. Bukankah Al Qur’an telah mengisyaratkan bahwa yang baik akan bertemu yang baik, yang buruk akan bertemu dengan yang buruk ? Begitu pula halnya murid sejati akan bertemu dengan guru sejati.

Text Box: Ada sesuatu pengetahuan di balik penyampaian tertulis Yang lebih bagus dari wawasan terakhir pikiran sehat Buku tidak berisi obat hati Hati diobati dengan bertemankan para majikan hati Pengetahuan buku adalah ampas dari pengetahuan hati Tak mungkin ia ditampung oleh buku-buku. Pengetahuan buku adalah petunjuk dari pengetahuan hati Tak ada yang mengandung apa yang dikandung hati kecuali bagi Yang Tahu akan alam gaib Manusia ditolong oleh buku sementara ia tidak melihat Yang Tercinta. Bila ia melihat Yang tercinta, buku ditolong olehnya  (Syekh Maulai Al-Arabi Ad-Darqawi) Ada banyak guru di dunia ini dan lebih banyak lagi yang mengaku-aku guru. Murid sejati harus mampu mengenali guru beserta tingkatan-tingkatannya. Ada empat tingkatan guru, yaitu guru ujud, guru pituduh, guru sejati dan guru sejatinya sejati. Guru ujud adalah guru yang mengajarkan tentang pendapat umum yang berlaku di kalangan umum. Guru pituduh adalah guru petunjuk. Fungsinya adalah memberi petunjuk kepada muridnya tentang makna hidup dan kehidupan. Guru sejati adalah guru yang mampu mengajarkan muridnya untuk memahami sekaligus mempraktekkan sendiri pemahamannya itu tentang makna hidup dan kehidupan. Guru sejatinya sejati adalah guru tertinggi. Guru yang mencintai karena dia telah dicintai, bukan oleh sesamanya, tetapi oleh Sang Cinta itu sendiri. Dan hanya murid sejatilah yang mampu menemukan guru seperti itu.

Jumat, 05 September 2008

Ilmu Itu Cahaya

Text Box: Mereka berkata: Maha Suci Engkau, kami tidak mempunyai ilmu apa-apa selain yang Engkau ajarkan kepada Kami. (QS. Al-Baqarah: 32)  Dan Kami ajarkan kepadanya dari sisi Kami ilmu. (QS. Al-Kahfi: 65)  Tuhanku telah mengajariku, kemudian Dia membaguskan ajaran-Nya kepadaku. (Al-Hadits)  Yang mengajarnya adalah Yang Maha Kuat. (QS. An-Najm: 5)  Dia memberikan hikmah pada orang yang Dia kehendaki, dan barangsiapa yang diberi-Nya hikmah maka ia telah diberi-Nya kebaikan yang banyak. Dan tidak mengingat kecuali orang-orang yang memiliki hati nurani. (QS. Al-Baqarah: 269)ILMU ITU CAHAYA

Mengetahui adalah bisa menunjukan, paling tidak menunjukan pada dirinya sendiri, terlebih lagi pada orang lain. Bila ada yang mengatakan: saya mengetahui rumah si fulan. Maka dia harus bisa menunjukan bukti bahwa dia benar-benar tahu rumah si fulan. Bukti dari tahunya itu tidak cukup hanya diberikan melalui kata-kata, sebab burung beo pun pandai berkata-kata. Banyak orang pintar berbicara dengan kata-kata yang mempesona, memaku tangan dan kaki pendengarnya hingga tak beranjak darinya sedikitpun. Banyak orang yang hanya bisa memperdengarkan kata-kata, tetapi tidak bisa memperlihatkannya. Yang berkata hanya mulutnya, sedangkan mata, tangan, kaki dan gerak-geriknya diam membisu.

Orang yang benar-benar mengetahui akan berbicara dengan seluruh anggota tubuhnya. Dia tidak hanya memperdengarkan, tetapi juga memperlihatkan. Karena itu, kalau kamu ingin mencari penunjuk jalan, carilah orang yang bisa menunujukan jalan dengan mulut, mata, tangan, kaki dan gerak-geriknya. Semua yang ada pada dirinya mampu berbicara. Kamu bisa mendengarnya meskipun dia diam bagaikan patung membisu. Karena diamnya pun merupakan kata-kata yang bisa terdengar. Orang yang seperti itu adalah orang yang benar-benar telah sampai pada pengetahuannya.

Banyak orang mengaku tahu tentang ilmu. Dia terus berbicara tentang ilmunya itu, baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring. Mulutnya penuh dengan rangkaian kata-kata dan karangan-karangan kalimat. Sampai-sampai kata yang kemarin belum pernah ada akan terdengar darinya. Tetapi kamu akan melihat jarang sekali dia ada bersama ilmunya. Kesetiaannya pada ilmunya sangat diragukan. Ilmunya tidak pernah diajak duduk bersama, tidur bersama, makan bersama, jalan-jalan bersama dan pada semua kegiatan hari-harinya. Dia tidak membawa serta ilmunya kemana dia pergi, dia hanya terus membicarakannya. Dia dan ilmunya bagaikan dua sisi sungai, berdekatan tapi saling berseberangan. Kalau kamu bersama pada sisi yang satu berarti kamu tidak bersama pada sisi yang satunya lagi.

Text Box: Barangsiapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah akan menganugerahinya ilmu yang belum ia ketahui. (Al-Hadits)  Saya benci orang yang bersifat ganda: mulutnya manis, tetapi perilakunya bertentangan dengan kata-katanya. (Palladas) Banyak orang berilmu, tetapi ilmunya hanya sekedar buah bibir, hanya sekedar riwayat dari si fulan, menurut si fulan. Padahal Al-Ilmu nuurun, ilmu itu cahaya. Oleh sebab itu, setiap orang yang berilmu dirinya harus terang benderang. Karena ilmunya telah menyinari dirinya, hidupnya dan gerak-geriknya, sehingga dia bisa pula menyinari sekelilingnya. Memberikan jalan terang agar orang lain tidak tersesat. Apabila dia berbicara, maka kata-katanya tidak hanya terdengar, tetapi juga terlihat, karena kata-katanya adalah cahaya. Dengannya, yang gelap menjadi terang, yang tersembunyi menjadi nampak dan yang samar menjadi jelas.

Orang yang benar-benar berilmu akan mampu melihat dalam gelap dan berbicara dalam diam. Karena yang melihat bukan matanya dan yang berbicara bukan mulutnya, tetapi ilmunya yang melihat dan berbicara. Oleh karena itu, berjalanlah bersama orang yang ilmunya sudah menjadi cahaya. Jangan bersama orang yang ilmunya masih berupa riwayat, masih berupa buah bibir, dan masih berupa tulisan-tulisan dalam kitab.

Ilmu itu cahaya, jadi tidak perlu takut salah memilih petunjuk jalan. Karena kamu akan mendapatinya meski dalam gelap. Kamu akan melihatnya meski dari kejauhan. Asalkan matamu tetap melek dan kakimu tetap berjalan. Kalau matamu terpejam, maka kamu akan silau dengan mulut-mulut yang pandai berbicara, kitab-kitab yang segunung dan janggut yang menyengser ke tanah. Padahal kalau mata terbuka, semua itu akan sirna. Kamu akan mendapati seseorang, meskipun masih bayi, dia dapat memberi petunjuk jalan kepada-Nya, seperti bayi Isa putera Maryam, karena ilmunya adalah cahaya.

Selasa, 02 September 2008

Anakku, Engkaulah Guru

ANAKKU, ENGKAULAH GURU

Text Box: Maka, upayakan dirimu untuk selalu berlaku sederhana, baik murni, serius, terbebas dari kepura-puraan. Jadilah sahabat keadilan, pemuja Tuhan. Bersikaplah ramah dan penuh simpati. Jadilah pekerja keras untuk semua yang patut dilakukan. Berjuanglah untuk terus berharap bahwa filosofi ini akan membentukmu. Hormatilah Tuhan dan bantulah sesame manusia karena hidup itu pendek.  (Marcus Aurelius) Pada umumnya, setiap orang suka melihat bayi tanpa perlu peduli dari rahim siapa dia dilahirkan. Melihatnya seperti melihat ketenangan, kedamaian, hening, bersih, tak menyimpan kepalsuan, tak ada ambisi, wajahnya polos begitu saja. Bila dia senang, dia tesenyum. Dan bila lapar dia menangis. Tak ada yang dilebih-lebihkan. Tak ada yang dibuat-buat. Semua gerak-geriknya berlangsung dengan wajar. Dia sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin bermain dengannya, menyentuhnya dan menggendongnya. Tapi maaf, bila dia ingin pipis, dia akan pipis begitu saja tanpa menimbang-nimbang terlebih dahulu siapa yang kena pipisnya. Dia tidak perlu khawatir, apakah orang itu akan marah atau senang dengan ulahnya itu. Senang atau tidak senang, dia akan segera melupakannya saat dia tertidur. Tidurnya pun pulas sekali, alami tanpa dibuat-buat. Seolah-olah belum pernah ada kejadian sedikitpun yang menimpa dirinya. Dunia dan semua bayang-bayangnya lenyap begitu saja saat dia memejamkan mata. Tak tergambar kegelisahan hati pada wajahnya, orang-orang di sekitarnya pun berusaha tenang karena tak ingin mengganggu tidurnya.

Itulah rahasia kehidupan yang selalu diajarkan oleh setiap kelahiran. Bayi lahir tidak pernah membawa apa-apa kecuali tangisan, tetapi orang-orang tersenyum bahagia menyambutnya. Mereka senang mendekatinya meskipun dia tidak punya apa-apa untuk diberikan sebagai hadiah. Mereka senang mengajaknya berbicara, meskipun dia tidak punya kata-kata untuk menanggapinya. Mereka senang menghiasinya, membawakannya hadiah-hadiah, memberinya biskuit dan susu, meskipun dia tidak pernah meminta semua itu. Semua yang dia butuhkan ataupun tidak, tersedia tanpa dia mengangan-angankannya.

Itulah rahasia dari Yang Maha Hidup dan Menghidupkan yang selalu dititipkan pada setiap kelahiran. Bagi orang yang terbuka pengertiannya, bayi terlahir sebagai guru yang mengajarkan bahwa senyum bahagia datang setelah kita menangis. Kecukupan datang setelah kita merasakan melarat. Orang-orang datang mendekat karena kita tidak menginginkan apa-apa yang mereka miliki.

Guru mungil kita berkata : ucapkanlah Alhamdulillah dengan wajahmu, maka orang lain akan turut berbahagia bersamamu. Ucapkanlah Insya Allah dengan gerak-gerikmu, maka orang lain akan ridha dengan kelakuanmu. Ucapkanlah astaghfirullah dengan tangismu, maka penderitaanmu akan segera reda. Seluruh anggota tubuhmu lah yang harus senantiasa berdzikir, mulutmu hanya berusaha melatihnya kembali. Untuk itu, kalau kamu mau minum atau mandi, gunakanlah air bismillah maka kebutuhanmu akan terpenuhi, kamu pun senantiasa akan sehat badan dan sehat hati.

Guru mungil kita berkata lagi : hentikan semua keinginan, niscaya tidurmu akan pula alami, orang-orangpun akan tenang demi ketenanganmu. Hentikan semua angan-angan dan ambisimu, niscaya senyum dan tangismu akan menjadi wajar, orang-orang pun akan senang ada di dekatmu. Selama ini, kamu terus menginginkan milik orang lain, hingga mereka selalu waspada terhadapmu. Kamu pun selalu merasa memiliki semua ini dan semua itu, hingga kamu tak henti-hentinya curiga kepada mereka. Kamu takut, mereka datang hanya karena ingin mengambil darimu. Bukalah tanganmu untuk siapa saja, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan wajah riang, senyum tulus dan hadiah-hadiah untukmu.

Text Box: Jasad-jasad ini adalah sangkar burung atau kandang ternak. Maka tengoklah dirimu, dari mana kamu berasal.  (Abu Bakar As-Shiddiq) Demikianlah, setiap kelahiran adalah awal dari kehidupan, bagi yang lahir maupun yang menjenguk kelahiran. Kelahiran mengajak kita untuk berhenti sejenak, merenungi dari mana hidup ini kita mulai. Kehidupan yang selalu menoleh kembali pada awalnya akan terus hidup. Bagi yang tidak, dia akan mati. Melihat ke belakang bukan untuk menghentikan langkah, tetapi semata-mata untuk memperbaiki langkah ke depan. Karena akhir tergantung pada awal, seperti hasil tergantung pada niat.

Pergilah Sekolah

“...Allah akan memberikan derajat yang lebih kepada orang-orang yang beriman di antara kamu, dan orang-orang yang berilmu...” (Al-Mujaadilah: 11)

Pernah Ayah punya rencana, yaitu membuka rekening khusus untuk pendidikanmu nanti. Setiap bulan, dari gaji Ayah, akan Ayah sisihkan untuk tabungan pendidikanmu. Di masa yang akan datang, biaya pendidikan akan semakin mahal, tapi engkau harus tetap sekolah. “Kenapa aku harus sekolah, yah?” ah, pasti engkau akan bertanya begitu. Tapi tidak mengapa engkau bertanya seperti itu. Bahkan, engkau memang harus terus bertanya, bertanya dan bertanya. Bertanya tentang apa, tentang mengapa, tentang bagaimana, tentang kapan. Ya! Bertanya tentang apa saja. Silakan anakku, bertanya terus kepada Ayah. Bukan Ayah sang serba tahu, bukan. Juga, bukan Ayah senang mengajari. Ayah hanya ingin engkau punya keberanian untuk bertanya. Engkau harus punya kebiasaan bertanya. Jangan menduga, jangan! Karena banyak menduga itu dosa.

Aku memang Ayahmu. Apa yang aku ketahui lebih banyak daripada apa yang engkau ketahui. Dan tentu, apa-apa yang aku beritahukan kepadamu adalah semata-mata untuk kebaikanmu. Misalnya, aku menyuruhmu: “engkau harus sekolah!” maka sekolah itu memang baik untukmu. Dan selayaknya engkau turuti, tanpa bertanya. Kalau engkau bertanya, apakah engkau mempertanyakan pengaturanku? Apakah engkau meragukan pengetahuanku? Apakah engkau tidak takut kualat telah berani mempertanyakan keputusan orang tuamu? Ah, siapakah aku? Tuhanpun, yang maha mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, yang maha mengetahui apa yang jelas ataupun yang tersembunyi, berkenan ditanya oleh para malaikat-Nya. Siapakah aku yang tergetar keakuanku ketika anakku bertanya?

“Ayah?”,

“ah, eh, iya anakku?”

“Kenapa aku harus sekolah, yah?”

Sekolah itu adalah tempat engkau bertemu dan berkenalan dengan teman-teman baru. Di sana, engkau akan bermain dan belajar bersama. Temanmu itu ada yang berasal dari keluarga kaya, ada yang berasal dari keluarga sederhana, dan ada juga yang berasal dari keluarga miskin. Ada yang baik, ada juga yang jahat. Ada juga yang mau menjadi temanmu, ada juga yang akan memusuhimu. Disana engkau akan belajar bagaimana rasanya dipuji dan disanjung, dan sebaliknya, engkau juga akan belajar bagaimana rasanya dihina, disakiti dan disisihkan. Disana engkau akan belajar bagaimana rasanya mendapatkan, engkau juga akan belajar bagaimana rasanya kehilangan. Engkau belajar menolong dan ditolong. Engkau belajar memberi dan menerima. Engkau belajar membutuhkan dan dibutuhkan.

Dan, disana Ayah tidak ada, anakku. Engkau akan sendiri. Engkau akan belajar menyelesaikan permasalahanmu sendiri. (akupun juga belajar untuk melepaskan anakku berjalan sendiri dalam permasalahannya. Banyak permasalahan yang akan ditutupinya dariku. Awalnya adalah hubungan Ayah dan anak yang saling bergantung, lalu hubungan pertemanan yang kadang bertemu dan kadang berpisah, dan akhirnya masing-masing pihak akan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri-sendiri.)

Saat engkau memasuki sekolah pertamamu, itulah saat engkau memasuki kehidupanmu sendiri. Engkau akan terus berjalan menapaki jalan-jalan kehidupanmu. Engkau harus melalui jalanmu sendiri, bukan jalan yang pernah dilalui Ayah ataupun Bunda, juga bukan jalan yang pernah dilalui orang lain. Dan Ayah tidak punya hak sedikitpun memilihkan jalan untukmu. Orang lain pun juga begitu, tidak punya hak atas pilihan-pilihan yang engkau buat.

Benar Rosulullah telah bersabda; setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi atau Nashrani. Dalam sabda mulia itu, Ayah tidak melihat pembenaran apapun yang membuat Ayah kuasa menentukan engkau harus kesana atau kesini, atau mengharuskan engkau harus menjadi ini atau itu.

Jadilah engkau anakku, dirimu sendiri yang unik, yang tidak seorangpun menyerupaimu. Kita tidak bisa menjadi orang lain. Begitu juga sebaliknya, orang lainpun tidak bisa menjadi seperti diri kita. Meskipun engkau adalah anakku, engkau tetap bukan Ayah, engkau bukan bayang-bayang Ayah. Dari sekian milyar orang yang tinggal di muka bumi, engkau cuma satu, satu-satunya. Dengan menjadi dirimu sendiri dan merasakan keunikanmu engkau menjadi tanda bagi adanya Tuhan yang Maha Esa yang tiada apa pun menyerupai-Nya.

Surah Cinta

Anakku, terdapat satu surah dalam Al-qur’an yang begitu sering dibaca oleh umat Islam. Surah itu adalah surah terakhir, surah ke-114, yaitu surah Al-Ikhlas. Bacalah, resapi makna-makna yang terkandung di dalamnya hingga bersemi bunga-bunga cinta di hatimu. Ya, cinta kepada surah tersebut. Cinta yang menggerakkan hatimu mengikuti kemana cahaya Al-Ikhlas mengarah. Cinta yang mengalirkan kesejukan hingga tiada lagi gundah gulana, kecemasan, ketakutan dan kesedihan bersemayam di hatimu. Cinta yang membuat pandangan matamu selalu indah. Cinta yang akan mengantarkanmu ke taman surga, seperti cintanya seorang sahabat nabi. Sahabat itu ditanya: apa yang membuatmu begitu sering membaca surah Al-Ikhlas? Sahabat itu menjawab: aku mencintainya, ya rosulullah. Rosulullah berkata: yang engkau cintai itu akan membawamu ke surga.

Anakku, surah al-Ikhlas mendatangi kita dengan membawa cinta. Apakah yang lebih baik dari cinta? Bagi si sakit yang terbaring lemah, cinta memberinya alasan berjuang untuk sembuh. Bagi si miskin yang tertatih-tatih menahan lapar dan dahaga, cinta memberinya kesabaran untuk terus berjalan mencari karunia-Nya. Bagi orang yang kehilangan, cinta memberikan harapan ada ganti yang lebih baik untuknya. Maka, siapa saja yang mendapatkan anugerah cinta tiada lagi rasa takut dan sedih menari-menari di hatinya.

Maka,

Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.

Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Saat surah itu telah menggetarkan cinta dalam hati kita, maka tiada lagi air mata ini tertumpah kecuali di pangkuan-Nya. Tiada lagi keluh kesah terdengar kecuali kepada-Nya. Tiada lagi harapan dan keinginan digantungkan kecuali kepada-Nya. Tiada lagi kaki melangkah kecuali menuju kepada-Nya. Tiada lagi pinta kecuali kepada-Nya. Tiada lagi tangan menadah kecuali kepada-Nya. Hanya kepada-Nya bukan yang lain, karena tiada yang lain kecuali Dia.

Anakku, dunia ini penuh sesak dengan keinginan-keinginan. Keinginan yang satu menindih keinginan yang lain. Mereka bergumul, saling mendesak, saling menjatuhkan. Terus begitu, meski darah, air mata dan keringat telah banyak tertumpah. Dan tidak akan pernah berhenti. Malah darah, air mata dan keringat yang tertumpah itu ikut menyuburkan bumi melahirkan keinginan-keinginan baru, sementara keinginan-keinginan lama juga tidak mati-mati. Sampai kapan? Sampai surah cinta itu datang merengkuh.

Ketika Dilahirkan kembali

Judul diatas pasti langsung mengarahkan pikiran anda pada sosok bayi mungil, bayi siapa saja dan tidak perlu kita pertanyakan bagaimana proses kelahirannya, dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan cinta atau nafsu, dengan rela atau terpaksa, pasti bayi itu bersih dari iri, dengki, dendam, amarah, salah dan dosa। Ya! Semoga kitalah bayi-bayi itu, yang dilahirkan kembali setelah sebulan penuh berpuasa, tentunya dengan penuh keimanan dan keikhlasan.

Dalam tulisan ini saya tidak membahas tentang kelahiran kita kembali seperti bayi yang tanpa salah dan dosa, karena sebentar lagi kita pun pasti akan kembali berbuat salah. Toh, manusia memang tempatnya salah dan lupa. Dunia ini memang pertarungan antara pahala dan dosa, saling himpit-menghimpit, saling desak-mendesak, dan hasil akhirnya su’ul khotimah atau husnul khotimah Dia yang menentukan pemenangnya. Jadi, biarkan masalah pahala dan dosa itu menjadi wewenang-Nya. Lagipula manusia masuk sorga atau neraka bukan karena besarnya pahala atau dosa tapi semata-mata karena besarnya kasih sayang dan keadilan-Nya.

Text Box: Kita melihat orang-orang mengalami kemajuan selama beberapa waktu, tetapi tiba-tiba mandek. Kapan mereka mandek? Mereka mandek saat kehilangan individualitas mereka.  (John Stuart Mill) Yang ingin saya bahas di sini adalah adanya simbol dilahirkan kembali seperti bayi merupakan isyarat agar kita terus melakukan pendewasan diri, pematangan diri. Dilahirkan kembali agar kita menjadi dewasa yang sebenarnya. Seperti nanti kita dimatikan agar menjadi hidup yang sebenarnya. Tapi seringkali kita lupa bagaimana caranya melakukan pendewasaan diri seperti yang dulu kita lakukan pada pertama kali kita benar-benar dilahirkan.

Dahulu, rasa ingin tahu kita sangat besar. Tanya ini dan Tanya itu. Kita sibuk melakukan eksperimen, kita bongkar mainan baru dan bagus, hanya karena ingin tahu ada apa di dalamnya. Sampai kita berani ingin memegang api, hanya karena ingin tahu. Tapi sekarang? Dahulu, kita selalu ingin bisa. Ingin bisa jalan, tidak lelah-lelahnya kita berlatih. Ingin bisa bicara seperti orang lain, tidak bosan-bosannya kita mengulang ucapan mereka.

Kita pun sering berebut buku, pulpen, pensil dengan kakak, hanya karena ingin seperti kakak. Kita tidak peduli dengan kesalahan-kesalahan yang kita buat, dengan kegagalan-kegagalan, kita terus berlatih dan mencoba. Tokh, yang lain bisa, kenapa kita tidak ? Akhirnya kita berhasil ! Dalam waktu satu tahun, kita sudah mengerti bahasa yang mereka ucapkan. Setidak-tidaknya kita mengerti apa yang mereka mau dari kita. Dalam waktu dua tahun kita sudah lancar berbicara ! Di tambah beberapa bulan lagi, kemahiran berbicara kita sudah seperti orang dewasa. Dalam waktu yang sama pun kita bisa berjalan ! Bahkan berlari !

Dahulu, melalui keuletan dan kegigihan, kita beroleh kemajuan yang sangat pesat. Kita mampu mempelajari berbagai kemampuan dalam waktu yang sangat singkat. Tahun-tahun berikutnya kita bisa membaca, menulis, berhitung dan lain-lain. Tapi sekarang ? Kita malas, cepat bosan, cepat lelah kalau sedang belajar atau berlatih. Waktu kita lebih banyak dihabiskan di depan televisi saja, bengong melihat cowok ganteng, cewek cantik, kulit mulus, mobil mentereng, rumah mewah, lalu pingin, terus ngimpii… sementara yang kita bisa lakukan sekarang kita abaikan. Kita lupa bagaimana caranya berkembang pesat, menjadi dewasa dengan gigih belajar dan berlatih seperti dahulu kita masih bayi, masi anak-anak.

Jadi, percuma saja kalau setiap idul fitri kita dilahirkan kembali seperti bayi, tapi kita lupa semangat bayi, semangat anak-anak yang selalu ingin tahu, selalu ingin bisa. Yang kita punya hanya cengeng, manja, maunya segalanya tersedia. Coba bayangkan ! Kalau kita kita tidak akan dilahirkan kembali, itu berarti kita juga tidak akan brtemu idul fitri tahun depan, itu berarti kita dimatikan, kalau kita mati, habis kesempatan kita. Mungkin jasad kita belum dimatikan, tapi pikiran, indra, hati, dan nalar kita dimatikan. Mati sebelum jasad berkalang tanah. Apalagi mati semuanya. Habis sudah kesempatan kita, nanti kita hanya bisa berteriak ; “Ya Tuhan, seandainya aku dilahirkan kembali ke bumi,” Mungkin malaikat dengan bengis akan menghardik kita : “Lho, bukannya kamu tadi dari sana !”

MADRASAH RAMADHAN

Allahu rabbul’alamin, adalah Allah Rabb semesta alam. Setelah Allah ciptakan jagad raya dan seisinya ini, Dia tidak tinggalkan begitu saja, tetapi Dia jaga dan pelihara. Dia jaga keseimbangan alam. Dia jamin makan-minum para penghuninya tanpa terkecuali. Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin.

Allah adalah Rabb langit dan bumi, karena itu Dia jaga dan pelihara agar langit dan bumi memberi kemaslahatan dan kebahagiaan bagi penghuninya. Allah juga Rabb manusia, yang menciptakan sekaligus juga mendidik manusia agar menuju kesempurnaan, kemaslahatan dan kebahagiaan.

Kata Rabb berarti tarbiyah : pendidikan. Allah telah menciptakan manusia tetapi tidak ditinggalkan begitu saja. Dia didik agar menjadi sempurna. Allah maha sempurna, maka orang-orang yang ingin kembali pada-Nya juga harus sempurna.

Bulan suci Ramadhan adalah salah satu sarana pendidikan yang Allah sediakan untuk manusia. Sebagai institusi pendidikan, Ramadhan memiliki proposal yang di dalamnya tertera dengan sangat jelas ; (1) siapa yang berhak menjadi peserta didik, (2) apa dan bagaimana program pendidikannya, (3) berapa lama waktu yang ditempuh, (4) jaminan kesuksesan yang telah diperlihatkan dan dibuktikan oleh para alumninya, dan (5) tujuan pendidikannya. Proposal itu tercantum dalam Al Qur’an :

“Hai orang-orang yang beriman (Peserta didik), diwajibkan atas kamu berpuasa (Program pendidikan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu (Para alumni) agar kamu bertakwa, (Tujuan pendidikan)(QS. 2 : 183)

Puasa adalah program pendidikan Ramadhan yang utama, yang begitu hebat dan luar biasa. Pendidikan puasa bersifat individual meski dilakukan secara massal. Proses pendidikan terjadi secara pribadi antara seorang murid dengan Sang Maha Guru. Proses itu berlangsung selama 24 jam sehari semalam. Guru manakah yang sanggup berbuat seperti itu ? Yang mampu mengawasi tiap-tiap muridnya detik demi detik? Tidak ada guru kecuali Allah Sang Maha Guru. Lalu murid manakah yang sanggup merasa diawasi oleh Sang Maha Guru itu, kapan saja dan dimana saja dia berada? Murid manakah yang mampu dengan tulus dan ikhlas mendengar apa yang dikatakan, menerima pelajaran, dan melakukan apapun yang diperintahkan oleh Sang Maha Guru, tanpa perlu bertanya untuk apa dan mengapa ? Tidak ada murid kecuali murid yang bersarang iman di dalam dadanya, iman yang mampu menggerakkan seluruh anggota badan dan pikirannya hanya kepada Allah Sang Maha Guru.

Karena itu, tidak sembarang murid dapat masuk ke dalam madrasah, hanya murid yang punya iman. Tanpa Iman, seorang murid hanya beroleh kesia-sian dalam keikut-sertaannya di madrasah Ramadhan, “Berapa banyak orang yang puasa, namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan bahagia…”(Bukhari-Muslim)

Saat pembukaan madrasah Ramadhan, bisa saja para calon murid mengaku beriman atau merasa punya iman. Malu rasanya tidak bersekolah sementara yang lain bersekolah. Mengaku agar bisa diaku. Apakah perlu polisi mengaku polisi ? Atau maling mengaku maling? Murid yang beriman tidak perlu mengaku beriman. Iman bukan hanya soal pengakuan dan rasa, melainkan soal bukti yang perlu diwujudkan dalam tindakan nyata.

Jadi sebelum madrasah Ramadhan dibuka, murid yang beriman sudah mempersiapkan dirinya untuk dapat diterima dan berhasil menempuh pendidikan Ramadhan. Jauh-jauh hari dia sudah melayangkan harapannya kepada sang maha guru : “Ya Allah berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah usia kami pada bulan Ramadhan.” Murid sejati pasti telah mengkondisikan jiwa dan raganya untuk siap memasuki madrasah agung, untuk menerima pelajaran dari Sang Guru sejati.

Saat madrasah Ramadhan dibuka, banyak yang antusias ingin menjadi murid, namun hanya beberapa saja yang benar-benar setia menerima dan memegang ajaran Sang Maha guru. Banyak yang mengaku beriman tetapi hanya sedikit yang setia dalam imannya. Mengaku menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi banyak Tuhan yng bersarang dihatinya. Memakai sorban tetapi tetapi tak mampu menutupi otak kotor di kepalanya. Melafalkan Al Qur’an dengan indah tetapi tak berdaya menahan kata-kata keji yang mengalir deras dari mulutnya. Memakai jubah tetapi tak kuasa menutupi kesombongannya.

Murid sejati dengan setia dan penuh kesungguhan menghadap Sang Guru sejatinya di tiap-tiap malam Ramadhan. Dia jadikan malam-malam itu menjadi berbeda dengan malam-malam selain Ramadhan. Dengan harap dan cemas, senantiasa dia bersenandung, “Ya Allah, aku memohon keridhaan-Mu dan surga-Mu dan aku memohon perlindungan dari kemarahan-Mu dan neraka-Mu.” Di hadapan-Nya, dia tampakkan kehinaan, kelemahan dan kebodohan dirinya.

Murid sejati benar-benar tenggelam dalam proses belajarnya. Dia belajar menahan segala keinginan hawa nafsunya. Puasa adalah menahan, bukan meninggalkan. Dunia gemerlap beserta isinya ini tidak perlu ditinggalkan, tetapi dia tahan hingga tak menyentuh hatinya dan hatinya tak menyentuhnya pula. Banyak makanan dan minuman beserakan di sekelilingnya, tetapi dia tahan. Dan dia tidak menjadikan saat berbuka puasa menjadi saat melahap semua keinginan nafsunya yang tertahan. Dia menjaga agar makanan itu tidak balas memakannya.

Ketika murid sejati memasuki hari-hari terakhir madrasah Ramadhan, hatinya diliputi oleh kesedihan dan kerisauan, Apakah setelah keluar dari Madrasah ini, dia akan akan mampu melalui lika-liku kehidupan yang penuh sesak dengan jerit tangis kepalsuan, senyum manis penuh dusta ? Air yang mengalir tenang, tak setenang kelihatannya, bagaiman dia harus menyeberanginya ? Hamparan pasir tak selembut butiran-butiran, bagaimana dia harus menapakinya ? kecemasannya menghadapi sebelas bulan setelah Ramadhan memacu semangatnya untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya.

Menjelang hari-hari terakhir madrasah Ramadhan, murid sejati tidak tertarik hatinya memburu pesiapan lahir untuk merayakan hari kelulusan. Hatinya sibuk berharap, semoga Allah Sang Maha Guru sejati menganugerahinya baju taqwa yang penuh tertaburi hiasan rasa malu, sabar, dan tawadhu’. Baju dan perhiasan itu ia pakai sebagai baju zirah dalam jihadnya di sebelas bulan sampai memasuki Ramadhan berikutnya, madrasah sejati yang disediakan oleh Sang Maha sejati untuk murid sejati. Apakah kita murid sejati itu ?