Abû Qatâdah al-Anshârî meriwayatkan
bahwa Nabi saw. pernah ditanya mengenai puasa di hari Senin. Beliau kemudian
menjawab, “Hari itu adalah hari saya dilahirkan dan hari saya menerima wahyu.
Aha, itu berarti hari ulang tahun boleh diperingati. Tentu saja bukan dengan
cara dirayakan atau dipestakan. Nabi tidak mencontohkan begitu. Yang Nabi
lakukan hanyalah mengenang sejarah: hari kelahiran dan hari penerimaan wahyu,
dengan cara berpuasa.
Mengenang hari kelahiran adalah sebuah
pertanyaan tentang eksistensi, untuk apa saya ada? Apa yang sudah saya lakukan
sampai hari ini? Apa yang akan saya lakukan pada hari-hari ke depan? Nabi
sendiri mengkaitkan antara kenangan terhadap hari kelahiran dan kenangan saat menerima wahyu. Sebuah upaya
untuk mengingatkan diri pada misi kehidupan yang diemban, bahwa ia dilahirkan
bukan sebagai manusia biasa, tetapi sebagai manusia yang menerima wahyu yang
harus disampaikan kepada seluruh manusia. Dan
tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiyaa’ [21] ayat 107). Dari kata arsalnaaka
‘Kami mengutus kamu’ kita memahami bahwa Nabi mengemban sebuah Risalah yang
harus disampaikan kepada seluruh manusia agar kehidupan semesta alam ini
menjadi kehidupan yang dirahmati Allah. Sebuah misi yang teramat berat, karena
itu Nabi berasa perlu memperingatinya setiap hari senin, bukan bulan atau
tahun.
Lalu, mengapa kita, yang mengaku cinta
kepada Nabi, hanya memperingati hari kelahirannya setiap tahun saja. Kenapa
tidak setiap hari senin seperti yang Nabi lakukan? Jadi, ada baiknya kita
memperingati maulid Nabi Muhammad saw setiap hari senin secara berkelanjutan.
Hari itu kita kenang tidak sebatas hari kelahiran Nabi Muhammad saw aja, tetapi
juga hari penerimaan wahyu. Rangkaian kegiatannya bisa diisi dengan: puasa
sunnah, buka puasa bersama sambil melantunkan shalawat, mengkaji wahyu ilahi,
dan mempelajari sejarah kehidupan Nabi.
Dengan begitu, barangkali kita tidak
perlu lagi larut dalam perdebatan merebut klaim sah atau tidak sahnya
peringatan maulid Nabi Muhammad saw. Yang kita lakukan, sebagaimana Nabi
sendiri lakukan, adalah mengenang hari kelahiran seorang Nabi terakhir
pengemban risalah Islam. Kenangan yang dilakukan dalam kerangka evaluasi dan
edukasi untuk memperbaiki hari ini dan menata hari esok. Sudah sejauh mana
Risalah Islam tersebar sebagai rahmat dalam kehidupan seluruh manusia? Atau
jangan-jangan, kita sendiri belum termasuk ke dalam kelompok manusia yang
mendapatkan rahmat? Apakah ada persyaratan yang harus kita penuhi agar kita
sukses menjadi manusia penuh rahmat , dan oleh karenanya kita mampu menebar
rahmat dalam kehidupan sesama?
"Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". (H.R. Muslim, Abud Dawud, Tirmidzi, Nasa'I, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah dan Baghawi).
BalasHapus