Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Jumat, 08 Januari 2010

SIAPA BINATANG KATANYA ITU? CEPAT JAWAB!!!

Pertikaian antara bayang-bayang dan realitas kian memuncak…. Tidak! Itu bukan pertikaian antara dua kubu yang saling berseberangan dan saling menjatuhkan. Jika itu disebut pertikaian, maka itu menjadi pertikaian yang tidak seimbang, BAYANGAN VS REALITAS???

Kalau begitu, apa yang terjadi di Hutan Rimba Raya?

Sesungguhnya, yang terjadi adalah Bayangan telah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menyingkirkan Realitas dan berusaha menjadi Realitas itu sendiri. Sementara Sang Realitas hanya diam sabar melihat tanpa kesungguhan apapun.

Lalu, pertikaian itu milik siapa?

Ada Bayangan lain yang telah merasa sukses menjadi Realitas hingga karenanya ia menjadi terancam oleh perilaku Bayangan yang hendak menjadi Realitas. Jadi yang sesungguhnya bertikai adalah: BAYANGAN VS BAYANGAN!! Bayangan yang satu merasa sudah menjadi, sedangkan bayangan yang lain ingin menjadi. Sementara, Realitas sesungguhnya terus berjalan apa adanya tanpa tersentuh oleh keadaan pertikaian itu. Tak ada yang menang ataupun dimenangkan. Juga tak ada yang kalah ataupun dikalahkan. Pada akhirnya nanti, yang ada adalah kesadaran eksistensi, baik sadar sukarela maupun sadar terpaksa.

Siapapun yang bertikai, Hutan Rimba Raya semakin bising….

“Inilah mereka, Tuanku Raja yang mulia.” Sang Jendral Serigala Hitam melaporkan beberapa binatang sebagai tertuduh. “Menurut informasi Badan Intelejen Kerajaan, merekalah yang paling aktif bertutur kata hingga menyulut keributan antar penghuni Hutan Rimba Raya.”

“Mengapa kalian berbuat onar di wilayah kekuasaanku?” tanya Sang Raja sambil menatap para tertuduh itu satu persatu. Ia menyangsi. Laporan tanpa alat bukti yang cukup. Satu-satunya alat bukti adalah tutur kata, dan itu telah menguap tak berbekas. Bagaimana pula membuktikan bahwa serangkaian tutur kata telah sukses menggerakkan kekacauan? Mau tak mau, ia harus diurai oleh tutur kata pula, sementara tutur kata telah dianggap sebagai biang kekacauan, oleh karenanya harus dihentikan. Maka, bagaimana menghentikan sesuatu yang terlarang dengan sesuatu yang terlarang itu juga? Melelahkan.

“Kami tidak membuat kekacauan, Tuanku yang mulia.” Jawab Buaya mendahului yang lain. “Benar, Tuanku,” timpal Menjangan mendukung, “kami hanya mempertahankan pendapat kami saja, Tuanku.” Ujarnya.

“Tetapi mengapa kehidupan Hutan Rimba Raya, yang tadinya berlangsung dalam tatanan yang teratur, menjadi semakin kacau balau?” selidik Sang Raja sambil melirik Jendral Serigala Hitam.
Merasa laporannya disangsikan Sang Raja, buru-buru Jendral berucap: “Tuanku Raja yang mulia, mereka saling bertikai, karena mereka saling memaksakan pendapat.”

“Oo.. begitu,” Sang Raja manggut-manggut dan berkata: “sebelumnya, kehidupan di kerajaan Hutan Rimba Raya ini berlangsung dengan wajar, normal dan terkendali, meski kalian saling makan-memakan. Namun semenjak kalian memiliki pendapat masing-masing dan mulai mengoreksi hukum-hukum yang sudah ada dengan pendapat-pendapat kalian itu, barulah hidup kita mulai bising dengan segala macam keributan dan jerit kesakitan. Apa kalian sudah bosan dengan hukum-hukum warisan leluhur? Apa kalian bermaksud menggantinya dengan hukum yang lain? Padahal selama ini, kalian telah hidup tenang dengan hukum warisan leluhur itu. Ketenangan itu sudah berlangsung ribuan tahun lamanya.”

“Tuanku Raja memang benar, bahkan sangat benar sekali.” Ujar Kera dengan gugup. “Hukum para orang tua kita memang telah membuat kehidupan di Hutan Rimba Raya ini berlangsung dengan tenang dalam kewajarannya, tetapi katanya… ketenangan itu baik, tetapi kebosanan bersaudara dengannya.” Lanjut Kera dengan hati-hati.
“Benar Tuanku yang mulia, dan katanya lagi… kebosanan muncul ketika pada saat yang sama terdapat sesuatu yang terlalu banyak dan tidak cukup, dan katanya lagi… itulah yang kini sedang melanda kehidupan para penghuni hutan ini.” Tambah Sapi gemuk yang mungkin sudah merasa bosan dengan makanan yang itu itu juga. Dan kebosanan terbesar baginya adalah makanan itu tersedia begitu banyak di sekitarnya hingga dia merasa terjebak dalam rutinitas makan. “sebentar-bentar makan… makanannya pun itu-itu juga, membosankan!” begitu gerutunya suatu hari sambil mengeluh, “emmoooh…”

“Sepertinya kata-kata kalian itu bukan berasal dari pikir dan rasa kalian sendiri…” ujar Sang Raja sambil menerawang menatap langit-langit istana. Dan tiba-tiba langsung menatap tajam kepada Sapi gemuk dan Kera sambil bertanya: “DARIMANA KALIAN MENDAPATKAN KATA-KATA ITU? TADI KALIAN SERING BERUCAP: KATANYA… DAN KATANYA…, SIAPA BINATANG KATANYA ITU? CEPAT JAWAB!!!

Bentakan Sang Raja membuat Kera dan Sapi surut beberapa langkah belakang. Buru-buru keduanya menunjuk seekor burung yang sedari tadi sedang asik bersedekap-bertafakkur. “Kata burung Beo, Tuanku Raja!”
Beo tersentak kaget menyudahi sedekap-tafakkurnya yang dalam………………..(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar