Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Rabu, 13 Januari 2010

SIAPA BINATANG SOK MORALIS ITU?!

“Sepertinya kata-kata kalian itu bukan berasal dari pikir dan rasa kalian sendiri…” ujar Sang Raja sambil menerawang menatap langit-langit istana. Dan tiba-tiba langsung menatap tajam kepada Sapi gemuk dan Kera sambil bertanya: “DARIMANA KALIAN MENDAPATKAN KATA-KATA ITU? TADI KALIAN SERING BERUCAP: KATANYA… DAN KATANYA…, SIAPA BINATANG KATANYA ITU? CEPAT JAWAB!!!
Bentakan Sang Raja membuat Kera dan Sapi surut beberapa langkah belakang. Buru-buru keduanya menunjuk seekor burung yang sedari tadi sedang asik bersedekap-bertafakkur. “Kata burung Beo, Tuanku Raja!”

Beo tersentak kaget menyudahi sedekap-tafakkurnya yang dalam. Dia menyadari bahwa namanya telah tersebut dalam istana ini, dan itu berarti: mendapat hukuman atau hadiah! Maka segera Beo itu bicara sebelum Sang Raja memusatkan bentakan kepadanya, “Ampun beribu ampun baginda Raja, memang benar hamba yang mengatakan hal itu pada mereka berdua, tapi kata-kata itu pun juga berasal dari katanya. Dan katanya juga: “Kebosanan adalah… sesuatu yang sangat penting untuk dipertimbangkan oleh para moralis. Sebab, setidaknya setengah dosa yang diperbuat manusia disebabkan oleh kebosanan.”

“AAUUMMMM…,” Sang Raja mengaum sekeras-kerasnya memuntahkan kemarahannya, menggelegar, menggetarkan setiap ruang istana Hutan Rimba Raya itu, dan semakin menciutkan nyali semua binatang yang berada di ruang sidang istana. Sudah lama Sang Raja berhenti mengaum, apalagi di ruang istana seperti ini. Semenjak melihat diri menjadi Raja Hutan Rimba Raya, dia berusaha keras untuk berhenti mengaum. Hal itu dilakukan untuk menjaga etika dan tata krama, begitu saran para penasihat kerajaan. Tetapi kali ini, rasa kekesalannya tak dapat tertahankan lagi demi mendengar katanya, katanya, dan katanya. Dia berkata dengan menyiratkan ancaman kepada Beo: “Tidak mungkin Bertrand Russel yang mengajarkan pandangan filosofis itu kepadamu. Siapa binatang yang sok moralis itu?!”

“Ampun beribu ampun baginda, bukan hanya hamba saja yang diberi pandangan-pandangan itu, hampir semua binatang di hutan ini mendengarkan khutbah-khutbahnya. Dan hamba ingat betul bahwa dia pernah berpesan secara khusus kepada hamba, bahwa hamba pasti merasa bosan dengan kebiasaan-kebiasaan yang hamba jalanin secara turun-temurun selama ini. Katanya, perilaku membeo itu adalah perilaku statis, tidak kreatif, dan tidak berjati diri. Binatang-binatang seperti hamba yang hobi membeo merupakan musuh dari kemajuan zaman. Perilaku membeo itu menunjukkan kebekuan dan kemandegan berpikir, dan hal itu menghambat kemajuan zaman. Dan katanya lagi,” cerocos Beo dengan sikap licik seolah-olah dia berseberangan dengan binatang katanya yang dianggap sok moralis itu. “Hamba harus segera membuang perilaku membeo itu. Hamba harus mempunyai jati diri sendiri jika ingin berpartisipasi dalam usaha merubah tatanan kehidupan Hutan ini yang hanya menghasilkan kejenuhan dan ketumpulan otak-otak kreatif. Padahal, Baginda pasti tahu, bahwa perilaku membeo itu sudah menjadi jati diri hamba sejak zaman nenek moyang hamba, bagaimana mungkin binatang yang sok moralis itu mengatakan bahwa hamba tidak punya jati diri?” jelas burung beo bersemangat berusaha meyakinkan Sang Raja bahwa dia tetap sebagai warga kerajaan yang setia dan tetap tunduk dalam hukum rimba, yaitu satu-satunya hukum yang sah dan berlaku di kerajaan Hutan Rimba Raya.

“Baiklah kalau begitu. Pengawal, jebloskan semua binatang ini ke dalam penjara bawah tanah!” titah Sang Raja untuk menyudahi kekesalannya.

“Ampun beribu ampun Baginda… mohon kami jangan di penjara… “ para binatang memelas, kecuali ular dan buaya yang tetap senyum-senyum. Mereka berdua saling bertukar pandangan dan rencana sambil sesekali melirik kepada Menjangan Betina yang tubuhnya bergetar dijalari oleh rasa takut dan kengerian akan gelap dan dinginnya penjara bawah tanah. Otak keduanya sudah dipenuhi oleh bayangan lezat yang terpancar dari kemontokan daging mulus menjangan betina. Sedangkan mulut keduanya sudah dipenuhi air liur hingga permohonan ampun tidak sempat keluar dari mulut-mulut yang mulai beraroma darah. Menjangan betina coba memohon sekali lagi kepada Sang Raja, “ampun baginda raja yang mulia, apa kami bersalah? Apa kami akan dihukum? Padahal kami ini Cuma diperalat,..”

“Jangan khawatir sayang, engkau tidak akan mendekam lama di penjara bawah tanah itu.” Buaya yang menjawab dengan mimik muka yang coba dibuat bersahabat. “Iya sayang, lagi pula kita semua hanya diamankan sampai situasi kembali normal supaya kita menjadi aman dan terhindar dari kekacauan hutan di luar sana.” Timpal ular sambil sekali-kali mendesis.

“Iya! Dan kalian berdua nanti akan langsung mengamankan dging mulusku ini kedalam perut-perut busuk kalian! Dasar buaya darat dan ular belang!!” bentak menjangan dengan judes, galak sekaligus juga ngeri.
Sang Raja tersenyum melihat tingkah mereka bertiga. Diam-diam, dia punya rencana sendiri………….(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar