Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Rabu, 20 Mei 2009

DI MANAKAH ENGKAU, WAHAI JIWAKU? (2)

Sebagai hamba, tugas seorang muslim hanyalah membaca ayat-ayat-Nya untuk mengenali kehendak-kehendak-Nya. Setelah itu, apa yang ia lakukan merupakan realisasi dari kehendak-kehendak-Nya. Dengan demikian, seorang hamba tidaklah memiliki kehendak sendiri. Kehendaknya adalah kehendak Tuhan-Nya.

Keresahan sesungguhnya yang melanda seorang hamba adalah ketika ia tidak mampu mengenali kehendak-Nya sehingga tidak bisa bertindak selaras dengan kehendak-Nya. Keresahan itu dimulai pada saat ia tidak lagi membaca ayat-ayat-Nya. Kalaupun membaca, ia hanya memandangi lukisan huruf-hurufnya, tidak mencari tahu apa yang dimaksud oleh lukisan huruf-huruf itu. Keresahan bertambah parah ketika ia tidak mengetahui di manakah ia bisa membaca ayat-ayat-Nya. Maka, ada orang yang tekun membaca kitab dan menelusuri ayat-ayat halaman demi halaman. Ada orang yang gemar menjelajahi hutan, gunung, laut dan seluruh pelosok negeri untuk membaca tanda-tanda alam. Dan ada orang yang hanya duduk tenang merenungi keadaan diri. Keresahan semakin menjadi-jadi ketika keseluruhan ayat yang terdapat di dalam kitab, tersebar di persada bumi, dan terukir di dalam diri (QS. 41:53) tidak juga menjadi tanda yang menunjukkan ke arah mana ia harus menuju (QS. 2:78).

Seorang muslim seringkali membaca ayat: wamaa khalaqtul jinna wal insa illa liya'buduun, dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS. 51:56). Apakah lantas ia menjadi hamba yang hanya mengabdi kepada-Nya? Ya, setelah iman merasuki jiwanya lalu menjadi ruh penggerak kehidupan raganya. Iman itulah yang menjadikannya mengabdi dengan sungguh-sungguh kepada Allah bersama Rosul-Nya (QS. 49:14-15).

Pada saat itu, ia berhenti melakukan apapun. Ia hanya menunggu kehendak-Nya. Ya Allah...jika Engkau ingin begitu maka aku akan begitu. Tapi jika Engkau ingin begini saja, ya aku pun begini saja. Engkau berkata: Dan segalanya Kami ciptakan serba berpasangan (QS. 51:49) berpasangan, pria dan wanita (QS. 53:45).

Duhai... mendengar kehendak-Mu, sungguh membuat hatiku bergetar. Getar-getar ini pun adalah getar-getar dari-Mu yang tiada kuasa aku menolaknya.

Maka, seorang muslim yang bergetar hatinya lalu merindukan pasangan jiwanya, ia menyadari bahwa getar kerinduan itu adalah anugerah Tuhannya dan itu sudah cukup menjadi tanda akan hadirnya seorang pasangan jiwa untuknya.

Duhai jiwaku... getaran ini sudah begitu membahagiakanku. Bagaimanakah rasanya jika aku benar-benar bertemu denganmu?

Apakah getar kerinduan itu lantas membuatnya berlari-lari kesana kemari sambil bertanya-tanya mencari: di manakah engkau, wahai jiwaku? Tidak! seorang muslim tidak diciptakan untuk sibuk mencari pasangan jiwa. Ia tidak tergesa-gesa berlari lalu menjadi lelah dan resah dalam pencariannya. Sementara pasangan jiwanya tak kunjung juga menghampirinya.

Seorang muslim adalah seorang yang telah tunduk agar iman dapat merasuki jiwanya, sudah itu ia menjadi tenang. Hatinya terjaga dari kerinduan kepada selain Tuhannya. Kerinduan yang ia rasakan adalah kerinduan kepada cermin bagi realitas dirinya sendiri, cermin bagi realitas Tuhannya. Hatinya menjadi tenang karena pandangan matanya terjaga, gerak lidahnya terpelihara. Hatinya menjadi tenang karena ia tahu bahwa Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan pastilah telah menciptakan pasangan jiwa untuknya. Entah di manakah ia saat ini. Entah kapankah pertemuan itu akan tiba.

Di manakah engkau, wahai jiwaku?

Duhai... engkaukah itu yang merindukan aku, jiwaku?

Duhai... betapa letihnya engkau mencariku hingga tak ada bagimu samudra yang membentang luas, gunung tinggi menjulang, dan debu-debu jalan yang menghadang.

Duhai... berhentilah berlari dan mencariku, jiwaku. Tidakkah engkau lihat aku telah ada pada dirimu?

Duhai... dimanakah engkau menatap cermin? disitulah engkau temukan aku, jiwaku. Kemanakah engkau melangkah? disitulah tempat pertemuan kita, jiwaku. Karena, dulu kita pernah menyatu dan kelak akan menjadi satu, maka tenanglah jiwaku.

Duhai... begitu resahnya engkau ingin menemukanku dan membayangkan seperti apakah aku. Lihatlah keadaan dirimu sendiri, maka begitulah aku, jiwaku.

Begitulah, seorang muslim tidak disibukkan oleh upayanya menemukan pasangan jiwanya. Ia sudah begitu disibukkan oleh dirinya sendiri dan Tuhannya. Dengan tulus menjadi hamba, ia menyiapkan diri untuk menerima anugrah yang lebih baik lagi (QS. 2:103).

Menjadi hamba adalah anugrah, bila disyukuri, ia akan mendapatkan anugrah yang lebih baik, yaitu menjadi penguasa bumi dan semua urusan penghuni persada bumi dikuasakan kepadanya (QS. 24:55). Nah, siapkah anda? serahkan jiwamu kepada-Nya, setelah itu, jiwa yang lain akan datang kepadamu untuk menyerahkan dirinya, setelah itu, jiwa-jiwa yang lain akan berkumpul di bawah perlindunganmu, karena andalah sang Khalifah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar