Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Jumat, 17 April 2009

PERILAKU DZIKIR: Kholiq-Makhluq-Akhlaq (4)

DZIKRULLAH: Menunaikan Amanat Penghambaan dan Kekhalifahan

Setelah memahami iman sebagai sebuah siklus yang tidak pernah terputus dari proses mengetahui-sadar berbuat- cinta, barulah seorang muslim dapat berdzikir kepada Allah. Sebagai permulaan, kita dapat mengartikan Dzikir: menyebut yang maknanya dekat dengan mengingat. Kita dapat berkata bahwa berdzikir kepada Allah adalah menyebut nama Allah. Banyak yang tidak puas dengan pengertian itu, khususnya orang-orang yang mengelompokkan diri sebagai muslim yang berfikir. Mereka berpendapat bahwa dzikir bermakna lebih daripada menyebut, karena bila hanya menyebut-nyebut, dzikir tidak berdampak bagi upaya seorang muslim menjadi rahmatan lil alamin. Menurut mereka, dzikir harus diartikan sebagai upaya merenungi dan memikirkan ajaran-ajaran Allah. Jadi, majelis dzikir adalah majelis ilmu bukan majelis ratapan: memanggil-manggil nama-Nya sambil mengucurkan air mata.

Saya sependapat dengan mereka para muslim yang berpikir itu, tetapi saya juga duduk bersama mereka yang berdzikir kepada Allah dengan cara menyebut nama-Nya. Bagi saya, dzikir yang ditegakkan di atas landasan iman yang terus berproses sebagai sebuah siklus adalah dzikir yang juga berproses menuju makna puncaknya yaitu Al-Qur'an yang terwujud sebagai akhlak. Alqur'an adalah Dzikr (QS. 15:9) dan Alqur'an menurut kabar Aisyah adalah akhlak rosul saw sedangkan rosul saw adalah teladan bagi para muslim. Itu berarti seorang muslim dituntut untuk menjadi seorang yang berakhlak Alqur'an. Bagaimana caranya? Berdzikirlah kepada Allah.

Baiklah, kita akan memulai proses awalnya dulu, yaitu berdzikir dengan menyebut nama-Nya. Allah berfirman: "sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan." (QS. 73:8). Menyebut nama-Nya bisa dilakukan di dalam hati atau secara lisan. "Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. 7:205)

Ketika kita menyebut kata kuda atau mendengar oran lain menyebut kata kuda, apakah yang ada di pikiran kita? Bagi orang yang berpengetahuan minim tentang kuda, yang ada di pikirannya adalah sebuah gambar tentang kuda. Sedangkan bagi orang yang berpengetahuan lebih luas, yang da dipikirannya adalah tidak hanya gambar kuda semata tetapi juga kualitas-kualitasnya. Dan bagi orang yang sangat mencintai kuda, ia memikirkan gambaran kuda yang lebih luas lagi. Bahkan gambar di pikirannya itu akan tampak melalui senyum diwajahnya, mata yang berbinar-binar. Lebih jauh lagi, ia kan menjelaskan secara demonstratif apa itu kuda. Caranya menjelaskan akan membuat kita terkesan, hingga pada suatu hari kita bertemu lagi dengannya, ia akan langsung mengingatkan kita pada kuda.

Nah, apakah yang ada didalam pikiran kita ketika kita menyebut atau mendengar nama Allah disebut? Membayangkan lafadznya? itu berarti kita menyebut atau mendengar tanpa mengetahui apa-apa tentang-Nya, tanpa iman kepada-Nya.

Jadi, jangan cepat berkata bahwa orang yang menyebut-nyebut nama-Nya adalah perbuatan sia-sia tanpa makna. Jangan cepat berkata itu adalah dzikir kosong. Jangan melihat bentuk luarnya saja yang sibuk komat-kamit tetapi lihatlah juga proses kognisi yang terjadi dilam pikiran orang itu. Proses kognisi yang berulang-ulang akan menyentuh wilayah afektif dan psikomotorik.

Menurut Aristoteles, kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang. Jika Aristoteles benar, siapakah kita ketika kita menyebut nama-Nya berulang-ulang di atas landasan iman yang tidak terputus: mengetaui-sadar berbuat-cinta?

Itulah yang membuat saya tidak begitu saja meremehkan atau menyalahkan seorang muslim yang duduk diam dan dengan khusyu menyebut-nyebut nama-Nya. Tetapi tidak sebatas itu saja kan? memang tidak sebatas itu. Bagi orang yang berdzikir, ada sebuah harapan yang digantungkan kepada Allah.

"Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya didalamnya, pada waktu pagi dan petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual-beli dari mengingat Allah, dari mendirikan sholat, dan dari membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang dihari itu hati dan penglihatan mejadi guncang. Mereka mengerjakan yang demikian itu supaya Allah memberikan balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunianya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. 24: 36-38)

Seorang muslim berdzikir kepada Allah dengan harapan Allah menambah karunia dan rezeki. Salah satu rezeki-Nya adalah bertambah pengetahuan-semakin sadar berbuat lebih baik lagi-cinta yang semakin dalam. "Maka ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepada-Ku dan jangan kamu mengingkari." (QS. 2:152)
.
Bagaimana Allah mengingat kita? dengan membantu kita memahami ayat-ayat-Nya, memahami makna dan tujuan berdzikir: menyebut, mengingat, mengambil pelajaran. Untuk apa? "Berdzikirlah kepada-Ku" adalah perintah agar seorang muslim tetap tunduk dan patuh sebagai hamba-Nya, disetiap tempat dan keadaan. "Aku berdzikir kepadamu" adalah bantuan-Nya agar kita dapat mewujudkan tugas kekhalifahan, yaitu sebagai wakil-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar