Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Kamis, 30 April 2009

MEMBACA SYAHADAT: Syarat Penegakkan Khilafah

Ada dua hal yang tidak diketahui para Malaikat ketika mereka menyampaikan pertanyaan mengapa manusia diciptakan sebagai wakil-Nya, yaitu: Pertama, perintah berdzikir yang menjadikan manusia terus-menerus terhubung dengan Allah. Kedua, perintah bersyahadat yang menjadi landasan berpijak bagi gerak fikir, rasa dan perbuatan manusia.

Pada catatan ini saya ingin menjelaskan bagaimana dzikir dan syahadat, secara bersama-sama, dapat mengantarkan manusia menjadi wakil-Nya.

Begini,

Kita perlu kembali menegaskan tentang pengucapan dua kalimat syahadat sebagai simbol penyerahan diri dan kedua-duanya harus diucapkan sekaligus secara berurutan. Penegasan ini penting mengingat kabar yang disampaikan Alqur'an mengenai orang-orang Arab Badui. Mereka menyerahkan diri secara simbolik tanpa didasari pengetahuan-kesadaran-dan cinta yang timbul di dalam hati (Qs. 49:14)

Mungkin, kita akan menjadi muslim seperti orang-orang Arab Badui itu: penyerahan diri sebatas penyerahan jasmani tanpa disertai dengan penyerahan rohani. Tubuh kita sibuk dengan segala aktifitas syariat dan untuk itu keringat dan darah boleh saja tertumpah. Atau mungkin, kita bisa saja menjadi muslim yang sebaliknya, menyerahkan diri rohani tanpa diri jasmani. Mendekat kepada Tuhan tetapi menjadi terasing bagi makhluk-makhluk Tuhan.

Dari kedua model muslim yang disebutkan di atas, manakah model muslim yang memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu menjadi hamba Tuhan sekaligus juga menjadi wakil-Nya, bertanggung-jawab atas semua urusan pengelolaan bumi? Tidak satu pun !

Muslim model pertama tidak akan mendapatkan janji Allah, bahwa dia akan mendapatkan amanah pengelolaan bumi bilamana dia mengabdi kepada Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun (Qs.24:55). Mengapa? karena muslim model pertama ini, mengbdi secara fisik sedangkan hatinya dipenuhi banyak kecenderungan selain Allah. Tentang muslim model kedua, bagaimana dia bisa menjadi penanggung jawab bumi sedangkan dirinya saja terasing dari komunitas bumi.

Sang penanggung jawab bumi adalah manusia yang menyerahkan hatinya hanya kepada Allah dan pada saat yang sama ia juga menyerahkan badannya kepada syariat Allah yang disampaikan-Nya melalui Nabi Muhammad saw. Hatinya: tertuju pada Allah, dan badannya: mengikuti gerak langkah Muhammad saw.

Mengapa penyerahan rohani yang disimbolkan dengan pengucapan kalimat kesaksian pertama didahulukan daripada penyerahan jasmani yang disimbolkan dengan pengucapan kalimat kesaksian kedua?

Manusia terdiri dari dua diri, yaitu diri rohani dan diri jasmani. Keduanya harus ada untuk bisa disebut manusia. Walaupun demikian, rohani lebih utama daripada jasmani. Rohani ditiupkan langsung dari Ruh Tuhan sedangkan jasmani berasal dari tanah liat yang diberi bentuk. Rohani naik ke langit sedangkan jasmani terpendam di dalam bumi.

Rohani menjadi penting karena disitulah Allah memandang manusia dan menampakkan realitas-Nya. Banyak teks-teks suci yang menerangkan bahwa rohani lebih dipentingkan daripada jasamani. Nabi saw berkata melalui kabar Imam Muslim: "Allah tidak melihat badanmu atau bentukmu, melainkan kedalam hatimu." Allah berfirman: "dan tidak ada dosa atasmu jika kamu berbuat salah, tetapi apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah mha pengampun lagi maha penyayang." (Qs. 33:5). "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak disengaja, tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpah yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyantun." (Qs. 2:225). "Orang-orang munafik itu takut, jika diturunkan sebuah surat yang mengungkapkan apa-apa yang tersirat dalam hati mereka." (Qs. 9:64). Nabi saw brkata dalam hadits Qudsi: "langit-ku dan bumi-Ku tidak memeluk-Ku, namun hati hamba-Ku yang lembut dan sabar dengan imannya benar-benar merengkuh diri-Ku."

Jadi jelas, amal batiniah mendapat prhatian utama sebelum amal lahiriah. Maka, dalam urutan penyerahan diri kepada Tuhan, seorang muslim menyerahkan hatinya terlebih dahulu, baru setelah itu ia menyerahkan tubuhnya, dan akhirnya jiwa raganya tunduk pasrah kepada Tuhan dengan segala ketetapan-Nya.

Sebenarnya, raga akan tunduk pasrah secara otomatis setelah jiwa tunduk pasrah terlebih dulu. Karena gerak-gerik raga adalah simbol dari aktifitas jiwa.Spiritualitas mempengaruhi materialitas. Tubuh tidak bergerak sendiri, melainkan hati menyetir kemana ia harus bergerak. Jika hatinya baik, maka menjadi baiklah seluruh aktifitas tubuhnya. Dan sebaliknya, jika hatinya buruk maka menjadi buruklah seluruh aktifitas tubuhnya. Dan jika hati tunduk pasrah, maka tubuhpun ikut tunduk pasrah.

Disini, kita bisa memahami mengapa kesaksian kedua tentang kenabian Muhammad saw baru dapat terucap setelah kesaksian pertama, yaitu tentang keesaan Allah. Kesaksian pertama menjadi dasar bagi munculnya kesaksian kedua. Ada orang yang hanya bertumpu pada kesaksian kedua saja tanpa yang pertama. Oleh karenanya kita sering melihat kondisi umat yang terjebak pada situasi ritual yang kering tanpa makna, berjalan tanpa arah dan tujuan, berdiri tanpa pijakkan. Apa hasilnya? praktek keberagamaan umat eningkat seiring meningkatnya problem kemanusiaan seperti kemiskinan, kebodohan, kekerasan, ketidak adilan, penjarahan harga diri dan harta benda, dan sebagainya.

Pengelolaan bumi oleh manusia menjadi tidak berjalan sebagaimana mstinya. Itu karena manusia menghamba kepada hamba. Jasadnya tampak menyembah satu Tuhan, tapi sebenarnya hatinya dipenuhi oleh banyak Tuhan. Jasadnya tampak pasrah pada ketetapan Tuhan tetapi hatinya berontak di bawah kendali kecenderungan-kecenderungan selain Tuhan. Atau sebaliknya, ada orang yang hanya bertumpu pada kesaksian pertama saja tanpa diikuti oleh yang kedua. Hatinya tunduk pasrah kepada Tuhan tetapi jasadnya menolak ketetapan Tuhan yang disampaikan-Nya melalui rosul-Nya.

Muslim sejati adalah orang yang menyerahkan dirinya apa adanya sesuai dengan fitrah penciptaannya. Fitrah adalah sesuatu yang asli. Sudah begitu dari sananya. Aslinya, dia diciptakan dari tanah liat yang diberi bentuk sebagai struktur lahirnya kemudian ditiupkan ruh Tuhan kedalamnya sebagai struktur batinnya. begitupula dia memahami realitas dirinya sebagaimana aslinya. Dan ketika dia dihadapkan pada ketentuan penyerahan diri kepada Tuhan, maka dia menyerahkan lahir-batinnya itu.

Begitulah syahadat, begitulah ia tersusun, dan begitulah ia diucapkan: secara lengkap dan berurutan agar pengucapan syahadat menjadi fungsional bagi penataan kehidupan dan kemanusiaan. Lalu, bagaimanakah kaitan antara syahadat dan dzikir, jika kedua-duanya secara bersama-sama menjadi pilar penegakkan khilafah?

Perhatikan,

Kaitan antara keduanya adalah kalimat kesaksian pertama merupakan materi dzikir utama dibandingkan materi-materi dzikir lainnya. Kesaksian pertama itu adalah LA ILAHA ILLAH. Sedangkan kalimat kesaksian kedua, yaitu: MUHAMMAD ROSULULLAH, merupakan cara mewujudkan kalimat tauhid itu menjadi akhlak. Bagimana? dengan meneladani akhlak Rosul saw. Allah berfirman: "Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah saw itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak berdzikir kepada Allah." (Qs. 33:21).

Ujung ayat tersebut jelas mengatakan bahwa orang yang berdzikir kepada Allah lah yang berkemampuan meneladani akhlak rosul saw. Ini juga berarti kalimat kesaksian kedua baru dapat terucap setelah kalimat kesaksian pertama . Setelah kedua kalimat kesaksian itu terucap dan terbukti, barulah dapat terwujud janji Allah dalam Qs. 24:55, bahwa Dia akan memberikan amanat pengelolaan bumi kepada manusia dengan syarat: "hendaknya mereka tetap mengabdi kepada-Ku (kesaksian kedua) dan tidak menyeketukan Aku dengan apa pun (kesaksian pertama)."

Nah barangkali, ketidakmampuan muslim Indonesia menegakkan khilafah sampai hari ini disebabkan dua hal:
1. Muslim Indonesia tidak banyak berdzikir, malah lebih banyak memperebutkan makna dzikir sehingga tidak berkemampuan meneladani akhlak Rosul saw.
2. Muslim Indonesia masih menjadikan ideologi-ideologi kelompok/partai sebagai sekutu-sekutu Tuhan.
Kedua hal itu adalah kenyataan bahwa sesungguhnya kita belum menegakkan syahadat sebagai bukti dan menegakkan dzikir sebagai proses internalisasi pengetahuan suci kedalam perilaku harian. Dan khilafah tetap menjadi impian....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar