Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Jumat, 06 Maret 2009

Bekerja Tanpa Hati

Perushaan tempat saya bekerja adalah perusahaan keluarga. Di dalamnya banyak orang terhubung sebagai keluarga. Dalam menyelesaikan masalah kerja, kadang digunakan SOP dan seringnya digunakan ertimbangan keluarga.

Suatu ketika, seorang staff kantor mogok kerja, ngambek. Hatinya sempat tersayat oleh kata-kata yang sempat terlontar oleh sang owner. hubungan keduanya adalah keponakan dan bibi. Dua hari staff kantor itu tidak masuk kerja. Terpaksa saya harus menghandle tugas-tugasnya, repot juga.

Di hari ketiga, staf kantor itu masuk, tetap dengan wajah cemberut tak rela. Sebagai pimpinan, adalah wajar jika saya mendatanginya dengan nasehat:
Sudahlah...makanya kalau kerja jangan gunakan hati.
Dia protes... Loh kerja itu kan harus sepenuh hati! (seperti moto BRI ya?)
Itulah, karena hati ikut kerja jadi ikut tergesek-gesek lalu sakit hatisudah itu matilah gairah kerja.

Tinggalkan hati di rumah, diruang penghambaan kepada Tuhan. Biarkan ia terus menatap-Nya tiada henti. kasihan kalau hati dibiarkan ikut tergesek-gesek oleh kesibukan dunia. Hati itu harusnya tetap diam, duduk, bersimpuh, menunduk khusuk dihadapan-Nya. Biarkan raga yang sibuk bergerak di tengah-tengah kepentingan dan kebutuhan orang banyak, tenggelam dalam lautan keringat, luka tergores kerikil-kerikil kehidupan. Biarkan raga menjadi lelah dan letih asalkan hati tetap tak terusik, nyaman dalam damai bersama-Nya.

Hati harus selalu berada diruang sunyi: tanpa kata, tanpa gerak, khusuk dihadapan-Nya. Sedangkan raga harus selalu berada di kerumunan banyak orang: memberi-menerima, menangis-tertawa. Imam Ali ra pun bekerja tanpa hati. Ia berhenti mengadili oleh karena hatinya telah terusik oleh sang terdakwa.

Raga sudah cukup menderita oleh pekerjaan dunia yang tiada habisnya. Apakah hati juga harus turut menderita? Mengapa kekacauan dunia ini seperti tak ada habis-habisnya? apakah karena hati ikut terlibat dalam kerumunan masalah? Banyak hati terluka menjadikan raga tiada berdaya. Apakah yang dapat dikerjakan raga yang sudah tak berdaya ? seperti kamu? hati tersakiti, raga ikut meratap, akhirnya pekerjaan terbelengkalai.

Setelah hari ini, stop gunakan hati ketika bekerja! cukup raga saja yang aktif kerja dengan segenap indera dan pikiran, tegas saya.

Hari-hari berikutnya, staff keuangan itu sering berkata: terserah mau kata apa, hatiku sudah pulang ke Sumatera! saya angkat jempol: Good!

----
Note:
Apa yang saya tulis diatas, sebenarnya khusus mereka yang mudah sekali sakit hati, seperti karyawan saya itu. Apabila hati anda sehat, bersih dan bening, tentu saja anda harus membiarkan diri anda bekerja dibawah bimbingan hati. Bukankah kita diajarkan untuk selalu meminta fatwa kepada hati kita sendiri (kalau fatwa MUI sudah banyak yang tidak cocok), karena disanalah bersemayam kebenaran sejati.

Hati yang bersih akan menuntun lisan berkata benar, selanjutnya segenap indera akan melakukan kebenaran pula, kebenaran yang hakiki bukan kebenaran yang dibenar-benarkan.
Rosul saw pernah ditanya: siapakah yang paling baik diantara orang-orang? Rosul saw menjawab: setiap orang yang hatinya bersih dan lidahnya berkata benar. Tetapi siapakah yang hatinya bersih? dia adalah yang bertakwa dan bersuci, yang tidak mempunyai dosa, tidak berbuat salah, tidak mempunyai dendam, dan tidak menyimpan rasa iri. (Ibn Majah)

Jadi, bekerjalah dengan hati yang bersih, jika tidak, maka tinggalkan, atau minta ganti dengan hati yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar