Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Sabtu, 18 Oktober 2008

Setia Pada Tujuan


Text Box: Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka. (QS. Asy-Syuura: 15)  Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka tetap meneguhkan pendirian mereka, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula berduka cita. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Ahqaaf: 13-14  Abi Amrah Sufyan bin Abdullah ra berkata: “Wahai Rosulullah ajarkanlah kepada saya suatu ucapan yang mengandung ajaran Islam dan saya tidak akan bisa menanyakan kepada orang lain selain engkau.” Beliau menjawab: “Katakanlah, saya beriman kepada Allah, kemudian teguhlah kamu dalam pendirian itu.” (Al-Hadits) Seringkali para musafir tidak sampai pada tujuannya, dikarenakan mereka tidak bisa membaca tanda-tanda perjalanan dengan benar. Musafir yang seperti itu jumlahnya hanya sedikit, kebanyakan mereka tidak pernah sampai karena memang mereka tidak pernah bergerak dari tanda-tanda yang mereka temui. Mereka hanya terpaku pada tanda. Mereka lupa kalau fungsi tanda adalah menunjuki apa yang ditandainya. Contohnya tanda-tanda rambu lalu-lintas. Gambar panah bergelombang menunjukkan bahwa anda harus berhati-hati karena setelah tanda itu anda akan mendapati jalan yang berkelak-kelok. Setelah membaca tanda tersebut, tentu anda tidak akan berhenti di bawah tanda itu, tetapi meneruskan perjalanan dengan berhati-hati berdasarkan arahan tanda tadi.

Kebanyakan para musafir hanya mengamat-amati tanda. Kadang mereka hanya sekedar berhenti di hadapan tanda sampai takjub, kagum, tertawa atau sedih dan menangis. Bahkan mereka saling menasehati bahwa semua itu hanyalah tanda-tanda adanya sesuatu. Musibah demi musibah adalah tanda-tanda. Hari kelulusan, kenaikan pangkat, memperoleh penghargaan juga merupakan tanda-tanda. Mereka sadar semua itu tak lebih dari tanda. Mereka mudah bergembira jika mendapat tanda baik dan mudah pula bersedih saat mendapat tanda buruk. Mata mereka terlalu lemah untuk menangkap apa yang ada di balik tanda-tanda itu.

Berlembar-lembar peta di tangan hanya sekedar menjadi bahan bacaan. Keberadaannya tidak mampu membuat pembacanya menelusuri tanda demi tanda yang di gambarkannya. Al Qur’an diturunkan sebagai peta perjalanan yang memuat begitu banyak tanda-tanda menuju kepada-Nya. Hanya saja peta suci tersebut terlalu jelas hingga menyilaukan mata dan juga terlalu samara-samar hingga membingungkan. Musafir yang menjadikan peta hanya sebagai bahan bacaan saja tentu tidak akan mendapatkan petunjuk apa-apa.

Dalam setiap perjalanan akan banyak dijumpai persimpangan-persimpangan yang menawarkan bebagai tujuan. Di sisi kanan-kirinya banyak terdapat taman-taman persinggahan dan rumah-rumah peristirahatan yang selalu memanggil-manggil untuk mampir sejenak. Kenyamanannya akan membuat para pejalan mengira bahwa mereka telah sampai pada tujuan. Padahal hanya dengan melalui semua itu mereka akan semakin dekat pada tujuan.

Tujuan tidak akan dicapai kecuali oleh mereka yang membaca peta yang benar dan dengan cara membaca yang benar. Cara membaca yang benar adalah dengan memahami tanda demi tanda hingga melahirkan sebuah kesimpulan yang menggerakkan pada apa yang di tandainya itu. Ayat-ayat itu hanyalah tanda dan tanda bukanlah tujuan. Yang membuat tanda-tanda itulah yang menjadi tujuan. Sang pemburu tidak menjadikan jejak-jejak hewan buruannya sebagi tujuan, tapi hewan-hewan yang meninggalkan jejak-jejak itulah yang menjadi tujuan perburuannya.

Jadi, mengapa harus berhenti pada tanda? Musafir yang berhenti pada tanda adalah musafir yang tidak setia pada tujuan. Tanda-tanda yang begitu indah mempesona atau dahsyat mengerikan telah menawan hatinya, hingga hanya tanda-tanda itulah yang terbayang. Kesadarannya tertutup hingga tidak bisa melihat bahwa apa yang ditandainya pastilah lebih indah dan lebih dahsyat.

Alam raya beserta isinya ini juga bukan tujuan. Kata alam berasal dari kata alamatun yang berarti tanda. Jadi tidak perlu para pencari terpaku pada alam beserta huru-hara dan gegap-gempitanya. Carilah apa yang ditunjuki oleh alam, itulah yang menjadi tujuan.

Seorang musafir sejati selalu bersiap setiap kali menemukan tanda-tanda. Mata batinnya menerawang jauh melihat apa yang dituju oleh adanya tanda itu. Baginya setiap peristiwa adalah tanda untuk peristiwa yang lain. Tanda yang satu menunjukkan pada tanda yang lain, hingga menjadi kumpulan-kumpulan tanda dan semua itu mengarah pada yang nyata keberadaannya, yaitu Allah Azh-zhahir. Dialah tujuan setiap hamba, selainnya hanyalah tanda-tanda keberadaan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar