…” Sang Raja mengaum dahsyat di tengah Hutan Rimba Raya. Pepohonan, dahan, ranting, dedaunan, dan semak-semak bergetar menggoyangkan semua yang melekat bersembunyi….. tetapi hanya dedaunan tua saja yang berguguran, sisanya hanya hening dan senyap. Sang Raja diam menatap. Matanya mencari sekeliling untuk bertanya-tanya: DI MANAKAH SEMUA KATA YANG TELAH MENGUSIK KETENANGAN HUTAN RIMBA RAYA? DI MANAKAH SEMUA GAGASAN YANG MENGGUGAT KEHIDUPAN YANG TELAH BERLANGSUNG SEJAK AWAL MULANYA? Hening… tak ada suara selain suaranya sendiri. Tak ada jawaban selain jawaban yang harus ia ajukan sendiri. Semakin terus ia bertanya semakin terus ia harus mengajukan jawabannya sendiri.Sang Raja terduduk letih. Nafsunya bertanya tidak bisa lagi dipenuhi. Kini, ia hanya diam mengamati sekeliling sambil mengawasi sang jiwa diri agar terus membuka ruang kesadarannya. Hutannya kini bukanlah hutan yang kemarin ia diami, meski pepohonan dan daun-daunnya masih tampak sama. Hutannya kini menjadi asing baginya. Atau… ianya sendiri yang menjadi terasing bagi hutannya?
Tiba-tiba…. “AA
“AAAUUUUUMMM…” kembali Sang Raja mengaum lebih dahsyat lagi dari sebelumnya… menyiratkan sebuah ketakutan. Membaca kata demi kata yang terpahat pada akar tempatnya bersandar itu bagikan menghadapi pemangsa yang lebih buas dari dirinya sendiri. Dengan taring dan cakar yang lebih tajam yang siap membunuh jiwanya. Dengan cara yang lebih kejam… membiarkan dirinya tetap hidup untuk menyaksikan sendiri kematian jiwa secara perlahan-lahan… membiarkannya hidup tetapi sesungguhnya ia telah mati!
“AAAUUUUUMMM…” tidak! Kata-kata itu tidak hanya terpahat pada akar tempatnya bersandar, tetapi juga pada setiap akar dari setiap pepohonan di hutan ini. Kata-kata, ide, gagasan-gagasan tentang kehidupan baru yang sedang diburunya karena telah terbukti menjadi sumber kekacauan di Hutan Rimba Raya, ternyata telah menghujam ke dasar kehidupan… mengakar… dan siap berbuah!
“AAAUUUUUMMM…” Sang Raja mengaum sambil berlari meninggalkan akar tempatnya bersandar itu dan akar-akar lain yang ternyata juga sama. Ia berlari sekencang-kencangnya membawa pandangan mata sejauh-jauhnya dari akar-akar itu. Tetapi, kemanapun ia berlari, tetap saja ia tidak bisa melepaskan pandangan matanya dari kata demi kata yang terpahat… kini bukan lagi pada akar-akar pepohonan tetapi pada akar jiwa kesadarannya. Maka, kemana saja ia memandang, ia akan terus membaca: kata & penalah saat ini perang yg paling rumit...
biarkan aja...memang musim akan berubah...berbagai bunga bertebaran..
semua menawarkan aromanya...kita nikmati saja1
1. Pesan di inbox dari Akar TaGana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar