Inilah gunanya menulis, mengikat pemikiran yang telah dirangsang oleh berbagai sumber informasi.
Di kemudian hari, barangkali kita akan membutuhkannya. Pemikiran ibarat buruan.
Jika telah tertangkap namun tidak segera diikat, ia akan kabur seketika,
lenyap. “Ilmu itu bagaikan binatang buruan, sedangkan pena adalah pengikatnya. Maka
ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Alangkah bodohnya jika kamu mendapatkan
kijang (binatang buruan) namun kamu tidak mengikatnya hingga akhirnya binatang
buruan itu lepas di tengah-tengah manusia.” Demikian Petuah Imam Syafi’i.
Bagi saya, pertanyaan itu memaksa saya untuk
terus berproses merumuskan diri, memberikan motivasi, memberikan arah perumusan
diri, mendiagnosa hasil rumusan sementara, membantu saya melihat sejauh mana
proses ini berjalan, memberikan evaluasi karena bisa jadi saya telah salah
arah. Karena itu, saya perlu menjawabnya, dan jawabannya nanti pada tulisan
berikutnya.
Manusia dinilai dari pemikirannya. Jika pemikirannya telah
lenyap, maka di manakah manusia itu berada? Mungkin ia pernah ada, kemudian
lenyap entah kemana. Jejak-jejak pemikirannya telah berhenti di suatu tempat.
Mulai tahun 2013 sampai pertengahan tahun ini, keberadaan saya pun mulai
terseok-seok. Perlahan-lahan menguap. Sebelum tubuh ini mengering dan rapuh karena jiwa perlahan menguap, saya coba kembali ada dan mengada, dengan kembali menulis di blog ini untuk
mengikat jejak-jejak pemikiran saya. Adanya blog ini tidak membuat saya
repot-repot memberikan pengakuan bahwa saya ada, silakan baca-baca saja
sendiri, silakan menapaki jejak-jejak yang saya tinggalkan.
Menulis merupakan upaya identifikasi diri. Untuk melanjutkan
identifikasi diri, saya pun harus kembali membaca tulisan saya yang pernah ada
di sini. Dan saya menemukan ini, satu pertanyaan dan satu tanggapan di kolom
komentar yang belum saya jawab.
selengkapnya dapat dilihat di sini
Tanggapan merupakan reaksi akibat penerimaan stimulus,
dimana stimulus adalah berita, pengetahuan, informasi, sebelum diproses atau
diterima oleh indranya. Tanggapan atas tulisan saya bisa saja berbeda-beda
antara satu orang dengan lainnya tergantung dari stimulus yang diterimanya. Apapun
tanggapan orang yang ditujukan kepada kita, baiknya diterima saja. Tanggapan positive
atau negative dapat digunakan untuk perbaikan kedepan.
Yang perlu saya tanggapi adalah pertanyaan, karena itu
merupakan salah satu kebutuhan manusiawi yang wajib dipenuhi. Dalam hal ini
saya perlu meminta maaf, karena lama sekali baru bisa menjawab. Baru hari ini
saya mengetahui ada kebutuhan yang ditujukan kepada saya, kebutuhan yang harus
dipenuhi. Mengapa harus?
Memang tidak semua pertanyaan harus dijawab. Pertanyaan
retoris tidak memerlukan jawaban. Karena jawaban atau maksud si penanya sudah
terkandung dalam pertanyaan tersebut. Sedangkan pertanyaan ini memerlukan
jawaban. Pertanyaan yang muncul akibat buah pemikiran yang saya petik dan saya
sajikan dalam sebuah tulisan. Begini pertanyaannya:
Klo semua khalifah, rakyatnya siapa dong?
Kembali ke pernyataan, manusia dinilai dari pemikirannya. Nah,
pertanyaan merupakan bagian dari proses sebuah pemikiran. Jika pertanyaan itu
diabaikan, maka pemikiran pun berhenti berproses. Lalu bagaimana manusia bisa
dinilai, sementara nafas masih di kandung badan?
Sepanjang hidupnya, manusia terus berkembang. Maka, penilaian
atas seseorang tidak boleh berhenti, sampai batas yang ditentukan Tuhan, yaitu ajal.
Untuk itu, kebutuhan bertanya dan menjawab harus diberikan ruang pemenuhan
sebesar-besarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar