Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Selasa, 27 Maret 2012

Cerita Kelahiran Kiara


19 Maret 2012, Di rumah jam 02.30 wib.

Dar! Langit terasa pecah, sontak aku terjaga dari tidur. Kulihat ia meringis kesakitan. Perutnya mules. Dibawanya berjalan mondar-mandir di ruang tamu, terkadang berjalan di tempat sambil sedikit ruku berpegangan pada lengan sofa. Untuk mengurangi rasa sakit, katanya. Sudah saatnya? Nanti saja, katanya lagi. Baguslah, hujan deras di luar juga tidak setuju kalau kita pergi sekarang.

19 Maret 2012, Di rumah menuju rumah Bidan jam 05.00 wib.

Semua intruksi untuk persiapan persalinan rasanya sudah cukup kuterima darinya. Semuanya sudah siap.
Masih gerimis. Agak rapat.

Tok Tok Tok, assalamu’alaikum.....
Setelah mengerti maksud kedatangan kami, bu bidan menjawab: ke puskesmas saja, saya salin dulu, nanti saya langsung ke sana.

Beberapa hari yang lalu, memang bu bidan sudah mengatakan: di puskemas saja, di sana peralatannya lebih lengkap, mobil ambulan siap tersedia, gampang kalau ada apa-apa. Nah! Apakah bu bidan masih ingat proses persalinan 4,8 tahun lalu? Saat itu, proses persalinan anak pertama payah sekali. Sampai mendatangkan bantuan beberapa tenaga medis. Bagaimana dengan yang sekarang, anak kedua? Katanya: di puskemas saja, di sana peralatannya lebih lengkap, mobil ambulan siap tersedia, gampang kalau ada apa-apa. Khawatir sudah membayang: O P E R A S I  S E S A R

19 Maret 2012, Puskesmas. jam 05.30 wib.

Langsung bawa ke belakang pak! Perintah pertama.
Ya, di ruangan itu. Di periksa dulu ya.. O.. pembukaan 2. Nanti kalau ada apa-apa panggil aja ya! Perintah kedua.

Sang Paraji alias dukun beranak datang. Memang sengaja ia diminta datang. Tugasnya: mengusap-usap sambil mendoa untuk mengurangi rasa sakit dan melancarkan persalinan. Sang Paraji memberi pendampingan + semangat sejak awal sampai akhir. Kata petugas tadi, pemeriksaan medis selanjutnya nanti jam 10.

19 Maret 2012, Puskesmas. jam 07.00 wib.

Tanganku dicekalnya kuat-kuat setiap kali mules itu meraba perutnya. Sepertinya, ia berusaha membagi rasa sakit yang tak terkira. Ia tidak ingin menanggung rasa sakit itu sendirian. Mungkin karena itulah, ia ingin aku ada di dekatnya, saat yang dinanti sekaligus juga saat yang dicemaskan.

Inilah sebuah prosesi menghadirkan kehidupan baru setelah ibadah sempurna digenapkan. Aku setia berdiri di sampingnya siap menerima aliran rasa sakit. Sejak pagi buta tadi, ia terus berjuang agar kehidupan baru itu terlahir secara alami tanpa ada paksaan. Perjuangan yang tentu saja menguras energi yang melelahkan. Perjuangan berat untuk tidak memaksa. Perjuangan yang menyakitkan untuk membiarkan kehidupan mengalir apa adanya.

Tidak ada yang kulakukan kecuali tetap berdiri di sampingnya, dan berdoa banyak-banyak. Bila ia menatapku dalam kesakitannya, aku menatapnya dengan sinar mata yang seolah berbisik-bisik kepadanya: biar.. biar aku saja yang menanggung semua sakit..

Duhai, meski aku yang melafalkan doa banyak-banyak kepada-Mu, tapi sungguh ia yang sedang benar-benar memusatkan pujian hanya kepada-Mu. Puji syukur atas kesempatan menjadi busur bagi anak panah yang akan Engkau lesatkan ke arah yang Engkau kehendaki.

Duhai, sungguh Ia, bukan aku, yang sedang benar-benar memusatkan segala keluhan hanya kepada-Mu. Anak panah yang akan melesat kuat membutuhkan busur yang meregang. Peregangan itu menyakitkannya. Sakit yang menguras kesabarannya untuk tetap tidak memaksa agar anak panah-Mu segera saja melesat, agar peregangan yang menyakitkan ini segera saja berakhir.

Duhai, sungguh Engkau tahu, bahwa ia sedang benar-benar memohon pertolongan hanya kepada-Mu agar engkau memandangnya pantas menjadi tempat anak panah-Mu melesat kemana Engkau kehendaki. Apakah setelah rasa sakit ini Engkau urungkan niat-Mu? Engkau biarkan anak panah itu terkulai jatuh tanpa memiliki sasaran satupun? Tolonglah...

Duhai, bahasa apakah yang mampu melukiskan sakit yang ia rasakan? Hanya nafas-nafas panjang yang coba ia tata. Hanya keringat dingin yang diam membisu. Daya upaya apalagi yang ia punya setelah seluruhnya tertumpah habis kepada-Mu?

19 Maret 2012, Puskesmas. jam 10.00 wib.

Pembukaan komplit... air ketuban menyembul dan pecah...

19 Maret 2012, Puskesmas. jam 11.30 wib.

Tunggu sampai jam 13.00 wib. Jika kondisinya tidak berubah, terpaksa kita rujuk ke RS. Tolong di siapkan foto copy KTP ibu ya pak....

19 Maret 2012, Puskesmas. jam 12.30 wib.

Doa-doa berlanjut ke ruang mushalla:
“Allahumma lakal hamdu wa ilaikal musytaka wa antal musta’an walaa haula walaa quwwata illa billah...”

19 Maret 2012, Puskesmas. jam 13.30 wib.

Bayangan tadi pagi tentang: O P E R A S I  S E S A R mewujud di secarik kertas rujukan ke RS. Mobil jemputan sedang meluncur ke puskesmas, tapi kabarnya sedang terjebak macet pawai MTQ Kabupaten Lebak, Banten. (jam segini masih pawai?)

19 Maret 2012, Puskesmas. jam 14.40 wib.

Tangisnya kencang sekali, membuatku tersungkur dalam sujud memuji-Mu: alhamdulillah ya rabb.

19 Maret 2012, sudah di rumah. jam 20.30 wib.

Semua yang berkumpul ramai bertanya-tanya: siapa namanya?  Aku yang mendengarnya cuma menjawab dalam hati: Kiara Aqluna Rahman namanya berpasangan dengan nama kakaknya: Aura Aqluna Rahim. Sempurna. Kini, aku dan belahan jiwaku telah menjadi busur bagi sepasang anak panah bernama: Rahman Rahim. Dengan kedua nama itu, serasa aku ingin diingatkan terus agar aku dapat menapaki perjalanan hidup yang sedang kusempurnakan ini selaras dengan kehendak Ar-Rahman Ar-Rahim, amin.

(Kelak, kalian berdua akan memahami doa apakah yang tersemat dalam nama kalian.  Doa untuk kita semua: untuk kalian berdua, ayah-bunda, dan untuk kehidupan sekitar).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar