.................
“Berterima kasihlah kalian kepada mulut-mulut yang akrab dengan sumpah serapah. Mereka mudah mengucapkan: semoga fulan dilaknat Allah. Padahal saudaranya itu masih hidup dan mereka tidak mengerti akhir kehidupan. Do’a orang yang teraniaya cepat naik ke langit, tetapi do’a mereka keterlaluan. Do’a mereka itu telah memudahkan pekerjaan kalian. Begitu juga kepada orang-orang yang gemar membunuh para pendosa. Mereka merasa lebih baik membakar rumah daripada susah payah menangkap tikus. Berterima kasihlah, karena mereka, kalian tidak perlu lagi berlama-lama mendampingi para pendosa itu. Kalian bisa beralih menggoda yang lain.”
Para setan dan thoghut mengangguk-anggukan kepala mendengar wejangan-wejangan iblis. Biarpun mereka sudah ahli dalam urusan goda-menggoda, namun mereka tetap membutuhkan nasihat-nasihat dari iblis sebagai penghulu mereka. Mereka tahu bahwa iblis pernah sukses menggoda moyang manusia. Moyang manusia itu telah menggeser kedudukan moyang mereka dari hadapan Tuhan. Jadi, ini adalah dendam kesumat yang tak akan berkesudahan sampai mereka kembali lagi berdiri di hadapan Tuhan. Darimana permainan ini dimulai disitulah permainan akan berakhir.
Oleh karena itu, mereka tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan saling bahu-membahu untuk menyesatkan jalan-jalan para pencari kebenaran. Hanya manusia yang paham betul siapa dirinya, siapa musuhnya dan siapa Tuhannya, yang akan selamat dari perangkap tipu daya setan dan kolega-koleganya.
Akhir dari majelis kesesatan itu adalah sebuah bocoran rahasia yang disampaikan oleh iblis. Hal ini penting untuk diketahui oleh para setan dan thogut, agar pekerjaan mereka tidak sia-sia. Iblis tidak hanya mengajarkan bagaimana menyesatkan manusia dengan sekuat tenaga, tetapi juga mengajarkan bagaimana menyesatkan dengan cerdas.
Iblis berkata, “Wahai sahabat-sahabat gelapku, semua manusia bagaimanapun derajat keimanannya, adalah lahan dakwah kita. Semuanya sangat mungkin disesatkan. Ingatkah kalian dengan kisah Barshishah? Dia adalah seorang ulama besar, kitabnya menggunung, janggutnya memanjang, dan santrinya ribuan tersebar dimana-mana, tetapi akhir kehidupannya berada di bawah telapak kakiku. Jadi kalian tidak usah pilih-pilih objek dakwah. Kalian adalah penipu ulung, jangan sampai kalian tertipu. Jangan sampai kalian menjadi seperti musuh-musuh kita itu, kebanyakan mereka hanya mengandalkan apa yang terlihat dari luar, akhirnya banyak yang tertipu oleh penampilan luar. Orang yang kelihatannya mudah kalian sesatkan belum tentu akan kalian dapatkan. Semuanya sangat mungkin disesatkan, Adam dan Hawa pun tergelincir oleh bujuk rayu keabadianku. Jadi menyebarlah kalian ke setiap jiwa, kecuali satu, yaitu jiwa yang ikhlas.”
Para setan dan thogut terbengong-bengong mendengar paparan sang penghulu kesesatan. Mereka saling melihat satu sama lainnya. Ternyata, betapa pun ahlinya mereka dalam urusan tipu menipu, ada juga yang tak bisa tertipu. Di atas gunung masih ada gunung, mungkin begitu istilahnya. Tetapi tetap saja rasa sombong menguasai mereka. Serta merta mereka bertanya dengan suara hiruk-pikuk. Kata tanya mengapa saling bersahut-sahutan diantara mereka.
“Jangan sekali-kali kalian mendekati jiwa yang ikhlas, karena itu hanya kesia-siaan belaka.” Lanjut Iblis menengahi keributan antar kata tanya itu. “Sesuatu yang tidak bisa kalian selesaikan, jangan kalian selesaikan. Sesuatu yang tidak bisa kalian kalahkan, jangan coba-coba kalian lawan.” Para budak kegelapan semakin rtbut kebingungan. Tentu saja, yang gelap tidak mungkin menerima yang terang, meskipun diterang-terangkan. Bukan gelap lagi namanya apabila menerima terang.
Iblis melanjutkan : “Bagaimana kalian bisa menggodanya, bila dia merasa tidak punya apa-apa. Kalian menggoda sholatnya, dia merasa tidak punya sholat. Kalian menggoda hartanya, dia merasa tidak punya harta. Kalian menggoda melalui angan-angannya, dia merasa tidak punya angan-angan apa pun. Hingga kalau angan-angannya berhasil kalian tidak bisa membakarnya dengan api kebanggaan, dan kalau angan-angannya gagal kalian tidak bisa menghempaskannya dengan angin merah kesedihan. Bagaimana kalian menggodanya melalui suka atau dukanya kalau dia merasa tak punya suka ataupun duka. Kalian hembuskan rasa was-was dalam perasaannya, dia pun merasa merasa tidak bisa merasa. Kalau begitu, kalian akan menggodanya melalui apa? Sedangkan dia merasa tidak punya apa-apa sama sekali.” Begitulah jiwa yang ikhlas. Semua yang dia kerjakan benar-benar ditujukan kepada Allah, dan benar-benar dikembalikan kepada Allah sehingga dia tidak perlu melihatnya kembali dengan penglihatan senang ataupun sedih. Semua yang ada dikembalikan pada yang mengadakan. Dia mengembalikan semua sebelum yang punya memintanya.Semua milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Para setan dan thogut mengangguk-angguk tanda mengerti benar, atau pura-pura mengerti, Karena sikap pura-pura sudah menjadi kebiasaan mereka, sudah mendarah daging, tidak bisa dibedakan, mana yang benar-benar dan mana yang pura-pura, tidak jelas. Sebagai pemimpin kegelapan, Iblis tahu benar akan hal itu. Mereka bagaikan bayang-bayang dirinya. Perasaan mereka adalah perasaan dirinya. Gerak-gerik mereka adalah gerak gerik dirinya. Begitulah memang, hubungan yang harus ada antara pemimpin dan anak buahnya.
Setelah menyampaikan wasiat terakhirnya, Iblis menutup majelis sesatnya. Para setan dan thogut pun bertebaran di muka bumi. Mereka saling berlomba-lomba dalam kesesatan. Mereka siap menggunakan cara apa pun untuk menyesatkan siapa pun, kecuali satu, yaitu jiwa yang ikhlas. Itulah jiwa yang harus mereka hindari. “Percuma, menggoda orang-orang ikhlas bagaikan menggoda orang mati. Lagipula mana ada orang mati yang tergoda. Saat kematian mereka adalah akhir dari tugasku. Sedangkan mereka sudah mati sebelum mati.” Batin para setan dan thogut bersamaan, meskipun tempat mereka saling berjauhan. Karena dimana pun mereka berada, kelakuan mereka akan tetap sama, tidak peduli di tempat suci ataupun kotor, di masjid ataupun di pasar.
Sudah menjadi ketetapan Tuhan, bahwa di antara yang sesat ada yang lebih sesat lagi, diantara yang licik ada yang lebih licik lagi. Pada saat setan-setan itu berputus asa, hanya para setan muka dua saja yang tersenyum-senyum mendengar rahasia besar itu. Menurut hemat mereka, racun bisa saja dijadikan obat jika dilemahkan, dan sebaliknya, obat bisa menjadi racun bila berlebihan. Jadi, perilaku ikhlas yang dianggap sebagai racun yang mematikan gerak langkah mereka, bisa saja dilemahkan hingga menjadi obat penyegar nafsu-nafsu mereka. Kesimpulannya, perilaku harus diubah menjadi kata-kata. Begitulah jalan pikiran budak-budak iblis bermuka dua.
Akhirnya, tak jarang perilaku ikhlas hanya menjadi buah bibir yang dipergilirkan dari mulut ke mulut. Mulutnya ikhlas tetapi hatinya penuh dengan pamrih. Tapi tak apalah, detikan hati adalah sesuatu yang pribadi. Persoalan hati adalah persoalan dirinya dengan Tuhan yang Maha Pemaaf, yang penting detikan hati itu tidak terlontar sebagai kata-kata. Dan lain halnya dengan persoalan kata-kata, ia adalah persoalan etika, persoalan tata-krama, dan persoalan tata hubungan antar manusia yang harus dijaga benar. Kalau tidak, anda akan terlempar dari pergaulan antar manusia, begitulah dalih mereka.
Article yg cerdas sangat bermanfaat buat yang membacanya
BalasHapusterimakasih kepada SUTRISNO
telah mengabarkan Info ini.
Di tunggu info selanjutnya
insya Allah
BalasHapus