Arus waktu penuh tanda tanya. Adakah yang dapat menjawab apakah ia seperti kijang yang berlari dengan cepat? Ataukah seperti kura-kura yang berjalan lambat? Atau malah seperti keong siput, tampak diam tak beranjak tahu-tahu sudah berada di tempat lain? Arus waktu di Hutan Rimba Raya, berlalu begitu cepat, tak terasa. Tidak ada yang perlu melihat apakah matahari telah terbit ataukah telah tenggelam kembali. Waktu berjalan begitu cepat hingga tak lagi dapat terbagi: masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Yang ada –bagi mereka- dan menjadi perhatian hanyalah satu waktu: masa yang akan datang.
Sepakat dengan hasrat menata kehidupan, binatang-binatang di Hutan Rimba Raya tak lagi sempat berpijak di masa kini, apalagi sekedar menengok ke masa lalu. Bayangan diri mereka telah memimpin perjalanan didepan mereka sendiri dan melesat jauh kedepan. “Masa lalu? Tidak! Itu bukan milik kita lagi, buang dan campakkan sejauh yang engkau bisa hingga engkau benar-benar percaya bahwa sama sekali engkau tidak pernah melalui masa itu. Masa kini? Juga tidak! Karena kini kita tidak lagi (ingin) melihat bayangan diri kita sendiri, siapakah kita kini? YANG (INGIN) KITA LIHAT ADALAH BAYANGAN DIRI YANG SEHARUSNYA ADALAH MILIK KITA. DAN ITU ADALAH MASA YANG AKAN DATANG!” begitu mereka percaya.
Maka, tak terlihat lagi bayangan kuda yang meringkik sambil menaikkan kedua kaki depannya menendang-nendang. Tak terlihat lagi bayangan monyet yang bergelantungan kesana kemari, menggaruk-garuk, dan menguap lebar-lebar. Tak terlihat lagi –secara umum- bayangan para binatang yang kejar-mengejar mengumbar birahi. Yang terlihat adalah bayangan mereka yang santun, bertegur-sapa, penuh tata-krama.
BAYANGAN!!???
Ya, diri mereka yang sesungguhnya tetap saja saling menggigit, mencakar, dan menanduk. Bahkan dengan cara yang lebih kejam dari sebelumnya. Pada masa lalu mereka saling menggigit, mencakar, dan menanduk tetapi tetap saja kehidupan berjalan normal. Yang kini terjadi adalah: masa kini bergulat dengan masa yang akan datang … BAYANGAN KEHIDUPAN TELAH BERNAFSU MENJADI … BERUSAHA MEMBUNUH REALITAS APA ADANYA. Tampaklah perilaku santun yang sesungguhnya adalah teror mematikan. Bertegur-sapa-tersenyum yang sesungguhnya adalah jeritan rasa sakit tak tertahankan. Membangun kehidupan damai yang sesungguhnya adalah membiarkan bangkai-bangkai berkeliaran tak terurus.
Bencana kehidupan telah melanda Hutan Rimba Raya…. Bukan pepohonan yang tumbang berantakan ataupun dedaunan yang meranggas berguguran…. Tetapi akar kehidupan yang tercerabut dengan paksa…. Lalu bagaimanakah buah-buah kehidupan dapat dinikmati?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar