Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Jumat, 10 April 2009

PERILAKU DZIKIR: Kholiq-Makhluq-Akhlaq...(2)

DZIKIR DALAM IMAN YANG BERMAKNA

Dari surah Al-Ahzab (33): 41, kita telah menukan syarat dzikir yang pertama, yaitu dzikir harus dilakukan dalam keadaan beriman. Iman adalah serangkaian pengetahuan yang memberikan kesadaran untuk berbuat dan pada akhirnya menimbulkan cinta. Kemudian cinta mendorongnya untuk mengetahui lebih jauh lagi, lalu memberikan kesadaran yang lebih tinggi lagi untuk berbuat yang lebih baik lagi dan akhirnya menimbulkan cinta yang lebih dalam lagi. Rumusannya begini: mengetahui-sadar-cinta-mengetahui-sadar-cinta-mengetahui-sadar-cinta...dst.

Jadi, iman bukan sebuah hasil akhir sudah itu selesai, tetapi iman adalah sebuah proses yang terus bergerak untuk menjadi, seperti proses penciptaan manusia dan alam semesta yang terus bergerak. Itulah mengapa dikabarkan bahwa Allah sibuk setiap hari (QS. 55:29). Karena itu, tidak wajar jika kita mengaku beriman kepada Dzat yang maha sibuk sementara kita diam menikmati iman dan merasa baik-baik saja.

Allah swt menghendaki kita tetap berada dalm siklus iman yang terus berputar membesar atau berada dalam garis iman yang terus lurus memanjang. Dia berfirman: "Hai orang-orang yang beriman berimanlah kepada Aollah, Rosul-Nya, Kitab yang diturunkan kepada Rosul-Nya dab kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan barang siapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rosul-Nya dan hari akhir, maka sungguh dia telah berada dalam kesesatan yang terlalu jauh." (QS. 4:136) Maka, tetaplah berada dalam iman agar dapat memasuki iman yang lebih dalam melalui proses yang tidak pernah terputus (QS. 95:6, 84:25).

Sebagian orang mungkin ada yang jenuh membicarakan iman. Sebabnya, pembicaraan tentang iman sudah pasti akan selalu mengarah kepada wilayah langit, dan selanjutnya memihak kepentingan langit, lalu permasalahan bumi terabaikan. Ada orang yang asyik berhubungan dengan kehidupan langit lantas dia menjadi lupa dengan kehidupan bumi. Banyak orang yang serius menata dirinya untuk diterima dalam kehidupan langit sampai dia terasing dari kehidupan sekitarnya di bumi.

Kemerosotan dunia Islam dianggap karena disebabkan oleh perhatian, kehidupan dan perilaku umat Islam terfokus kepada masalah iman, yang dianggap untuk memenuhi kepentingan Tuhan, sementara banyak kepentingan manusia belum terselesaikan, dan lalu menjadi terabaikan. Kita banyak mendengar tentang komunitas dan kegiatan keagamaan yang diselenggarakan, seperti majelis zikir, istighosah, pengajian-pengajian komunitas, training-training spiritual dsb. Pada waktu yang sama, problema-problema kemanusiaan seperti kejahatan, kebodohan, kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga dsb, tampaknya tak ada habis-habisnya terjadi di masyarakat. Mengapa pada saat semua wajah asyik memandang langit, bumi menjadi terlupakan. Padahal kita adalah penanggung jawab bumi.

Menarik kembali perhatian orang dari langit ke bumi tidak berarti mengalahkan kepentingan langit dan memenangkan kepentingan bumi. Rosulullah saw mengajarkan, siapa yang tidak menyayangi penghuni bumi tidak akan disayang oleh penghuni langit. Saat hati menengadah ke langit harusnya wajah tetap senantiasa menatap bumi.

Kita tidak ingin melakukan pemisahan hubungan antara langit dan bumi. Begitu juga dengan dunia dan akhirat, Tuhan dan manusia. Langit selalu melindungi bumi dan bumi senantiasa patuh dan tunduk kepada langit. Langit mencurahkan apa yang ia miliki kepada bumi dan bumi menerimanya. Dunia bukanlah tempat yang terpisah dari akhirat. Akhirat hanyalah satu fase kehidupan yang aan dilalui bilamana fase kehidupan dunia telah selesai terlewati. Bagaimana bentuk kehidupan manusia di akhirat tergantung dari bagaimana bentuk pergumulan manusia di dunia.

Tuhan memang mengabarkan bahwa akhirat lebih baik daripada dunia. Tapi kabar itu tidak lantas membuat kita memilih akhirat dan lalu membuang dunia. Dunia adalah perjalanan eskalatif menuju akhirat. Dunia adalah ladang akhirat, begitu kata nabi. Menjadi sukses di dunia agar menjadi sukses pula di akhirat. Menjadi buta di dunia berarti menjadi buta di akhirat. Siapa yang tidak menemukan Tuhan di dunia tidak akan menemukan Tuhan di akhirat. Siapa yang tidak merasakan surga di dunia tidak akan merasakan surga diakhirat.

Jadi, Iman yang kita bicara di sini menjadi penting karena berfungsi sebagai dasar tegaknya dzikir untuk membangun kekhalifahan manusia di bumi. Karena itu, iman harus bermakna bagai penyelesaian masalah-masalah kehidupan bumi dan kemanusiaan. Dengan begitu, Dzikir seorang muslim akan bernilai guna bagi menyebarnya rahmat untuk semesta alam. Iman yang bermakna menjadikan dzikir bukan hanya untuk kepentingan pribadi semata tetapi juga untuk kepentingan seluruh manuisa dan semesta. Menjadi damai dan sejahtera, sebagai buah dzikir, adalah awal tindakan selanjutnya, yaitu mendamaikan dan mensejahterakan umat manusia seluruhnya.

Seorang muslim menyadari bahwa menjadi wakil Allah di bumi adalah tugas yang teramat berat. Bagaimana mensejahterakan orang lain sementara dirinya sendiri belum sejahtera? Jangan takut dan jangan bersedih, Allah bersama kita. Dia berfiman: "Ingatlah Aku maka Aku akan mengingatmu." Melalui ayat itu kita memahami kehendak-Nya: berdzikirlah kepada-Ku maka aku akan membantumu menyelesaikan tugasmu sebagai wakil-Ku.

Begitulah, jika kita telah dapat menyelesaikan problema kemanusiaan, terutama kemanusiaan kita sendiri, maka itu menjadi tanda bahwa Allah membantu kita, itu juga berarti dzikir yang kita lakukan benar-benar bermakna. Jika tidak, bagaimanakah iman dan kemanakah dzikir sehingga Allah belum berkenan membantu? Jadi sekali lagi, kita menatap langit agar kita tidak tersesat ketika menyusuri jalan-jalan di bumi. Kita menyebut nama-nama-Nya agar kita mampu 'menghadirkan-Nya' dalam menyelesaikan problema kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar