Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Kamis, 07 Agustus 2008

Menjadi Muslim Apa Adanya


Muslim adalah orang yang berkata: aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku besaksi pula bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Perkataan itu bukanlah sekedar kata-kata yang terucap begitu saja sehingga menjadi kata yang tak berarti, baik bagi yang mengucapkannya maupun bagi yang mendengarkannya. Tapi kata-kata itu terucap atas dasar pengetahuan, kesadaran dan cinta.
Penyebutan seseorang dengan identitas muslim bukan akibat dari pengucapan dua kalimat syahadat itu, tapi akibat dari pengetahuan, kesadaran dan cinta yang membuatnya terdorong untuk mengucapkannya. Apa yang diucapkannya hanyalah bentuk lahir dari pengetahuan, kesadaran dan cinta yang tertanam di hatinya terhadap realias ketuhanan dan kenabian.
Pengetahuan tentang Tuhan yang diperoleh muslim dari seorang yang sengaja diutus Tuhan untuk mengajarkan pengetahuan itu, menumbuhkan kesadaran dalam dirinya. Sadar akan posisi dirinya di tengah-tengah alam semesta. Jika alam semesta tengah bergerak dengan teratur menurut hukum yang ditetapkan untuknya (kita sering menyebutnya hukum alam) maka orang itu juga menyadari bahwa ia juga bergerak berdasarkan hukum yang ditetapkan untuknya pula. Timbul kesadaran bahwa alam semesta, orang itu, dan kita bergerak berdasarkan satu ketetapan tertentu, menuju ke satu tujuan. Dari situ, timbullah cinta. Aktifitasnya adalah merindukan. Rindu akan satu tujuan yang dituju oleh semua bagian alam semesta, yaitu Tuhan.
Pengetahuan, kesadaran dan cinta itulah Allah, tuhan semesta alam yang membentuk kita menjadi muslim. Simbolnya adalah pengakuan terhadap keesaan Allah dan kenabian Muhammad SAW.
Makna menjadi muslim adalah menjadi orang yang tunduk dalam kepasrahan. Pasrah lahir-batin, rohani-jasmani. Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah adalah simbol kepasrahan rohani. Sedangkan kesaksian bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah adalah simbol kepasrahan jasmani.
Tuhan adalah semua kecenderungan atau kegandrungan hati. Hati kita memiliki kecenderungan terhadap kekuatan, kekuasaan, kekayaan, kepandaian, kecantikan dan sebagainya. Jika semua itu atau sebagiannya tidak dimiliki maka hati cenderung ingin memilikinya. Apabila hati cenderung terhadap kekuasaan, maka kita selalu ingin meraih kekuasaan, sekecil apapun, atau paling tidak kita ingin dekat penguasa.
Setelah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, semua kecenderungan hati itu menjadi hilang. Tidak ada kecenderungan selain Allah. Satu-satunya kecendeungan hati hanyalah Allah. Apabila hati menginginkan keindahan maka hati menginginkan Allah yang Maha Indah, dan seterusnya. Lantas hati menjadi pasrah kepada Allah karena Allah memiliki semua yang dinginkan hati. Hati yang pasrah senantiasa mengingat Allah. Oleh karenanya, hati menjadi tenang. Karena ia mengetahui, menyadari dan mencintai kecenderungan sejatinya yaitu Allah.

”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. 13:28)

Al Qur’an banyak menyebut hati dengan istilah Qalbu. Makna dasarnya adalah : membalik, kembali, pergi maju-mundur, berubah, naik-turun, mengalami perubahan. Singkatnya, hati adalah tempatnya keresahan. Hati menjadi resah gelisah karena menginginkan ini dan itu. Setelah menyatakan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, hati menjadi tenang, karena tidak ada lagi ini dan itu, yang ada hanyalah Allah.
Mulai dari sini kita bisa mengatakan bahwa satu-satunya pekerjaan hati adalah senantiasa mengingat Allah. Kepasrahan hati adalah menyerahkan semua kecenderungannya kepada Allah, tiada yang lain selain dia.
Selain pasrah hati, muslim juga harus pasrah lahir. Karena itu, kesaksian pertama terangkai dengan kesaksian kedua, yaitu kesaksian tentang kenabian Muhammad SAW. Sebagai simbol penyerahan diri, kedua kalimat kesaksian itu harus dinyatakan sekaligus secara berurutan. Tidak boleh menyatakan yang pertama saja atau yang kedua saja, harus kedua-duanya secara berurutan
Setelah menyerahkan kecenderungan hati, muslim harus menyerahkan aktifitas tubuh. Dengan demikian, tidak ada aktifitas yang dilakukan oleh tubuh kecuali aktifitas yang telah Allah tetapkan melalui Nabi-Nya, Muhammad SAW, yang disebut dengan syariat. Dengan demikian, penyerahan diri seorang muslim adalah penyerahan total meliputi sisi rohani dan jasmani.
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. 2 :131-132)

Kita perlu kembali menegaskan tentang pengucapan dua kalimat kesaksian sebagai simbol penyerahan diri dan kedua-duanya harus diucapkan sekaligus secara berurutan. Penegasan ini penting mengingat kabar yang disampaikan Al Qur’an mengenai orang-orang Arab badui. Mereka menyerahkan diri secara simbolik tanpa di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan cinta yang timbul di dalam hati. (QS 49:14)
Mungkin, kita akan menjadi muslim seperti orang-orang Arab Badui itu ; penyerahan diri sebatas penyerahan jasmani tanpa disertai dengan penyerahan rohani. Tubuh kita sibuk dengan segala aktifitas syariat dan untuk itu keringat dan darah boleh saja tertumpah.
Atau mungkin, kita bisa saja menjadi muslim yang sebaliknya, menyerahkan diri rohani tanpa diri jasmani. Mendekat kepada Tuhan tetapi menjadi asing bagi makhluk-makhluk Tuhan.
Dari kedua muslim yang disebutkan dia atas, manakah model yang memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu menjadi hamba Tuhan sekaligus menjadi wakil-Nya, bertanggung jawab atas semua urusan pengelolan bumi ? tidak satu pun !
Muslim model pertama tidak akan mendapatkan janji Allah, bahwa dia akan mendapatkan penguasaan bumi bilamana dia mengabdi kepada Allah dengan tidak menyekutukannya dengan apapun. Mengapa ? karena muslim model pertama ini, mengabdi secara fisik sedangkan hatinya dipenuhi kecenderungan selain Allah. Tentang muslim model kedua, bagaimana dia bisa menjadi penanggung-jawab bumi sedangkan dirinya saja terasing dari komunitas bumi ?
Sang penanggung-jawab bumi adalah manusia yang menyerahkan hatinya hanya kepada Allah dan pada saat yang sama ia juga menyerahkan badannya kepada syariat Allah yang disampaikan-Nya melalui Nabi Muhammad SAW. Hatinya tertuju pada Allah, dan badannya mengikuti gerak langkah Muhammad SAW.
Penyerahan rohani yang disimbolkan dengan pengucapan kalimat kesaksian pertama di dahulukan daripada penyerahan jasmani yang disimbolkan dengan pengucapan kalimat kesaksian kedua.
Manusia terdiri dari dua diri, yaitu diri rohani dan diri jasmani Keduanya harus ada untuk bisa disebut manusia. Walaupun demikian, rohani lebih utama daripada jasmani. Rohani ditiupkan langsung dari roh Tuhan sedangkan jasmani berasal dari tanah liat yang diberi bentuk. Rohani naik ke langit sedangkan jasmani terpendam di dalam bumi.
Rohani menjadi penting karena disitulah Allah memandang manusia dan menampakkan realitas-Nya. Banyak teks-teks suci yang menerangkan bahwa rohani lebih penting daripada jasmani.
Nabi berkata melalui kabar dari Imam Muslim : “ Allah tidak melihat badanmu atau bentukmu, melainkan keadaan hatimu. Allah berfirman : “ dan tidak ada dosa atasmu jika kamu berbuat salah, tetapi apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.33:5) “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak disengaja, tetapi Allah menghukum kamu disebabkan sumpah yang disengaja oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha penyantun.” (QS2:225) “Allah tahu apa yang ada di dalam hatimu.”(QS.33:51). “Orang-orang munafik itu takut, jika diturunkan sebuah surat yang mengungkapkan apa-apa yang tersirat dalam hati mereka.”(QS.9:64)
Nabi berkata dalam hadits Qudsi : “langit-Ku dan bumi-Ku tidak memelukku, namun hati hamba-Ku yang lembut dan sabar dengan imannya benar-benar merengkuh diri-Ku.”

Allah berfirman :
“ maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. 22:46)
“…Memang hati mereka telah kami tutup sehingga mereka tidak dapat memahaminya…” (QS.18:57)
“ Apakah mereka tidak merenungkan isi Al Qur’an, atau adakah hati mereka yang terkunci (QS. 47:24)
“ Sesungguhnya di situ terdapat peringatan bagi mereka yang memiliki hati dan menggunakan pendengarannya, sebab mereka menyaksikan menyaksikannya sendiri” (QS.50:37)
“ Janganlah kamu turutkan orang yang hatinya telah kami alpakan dari mengingat kami, orang yang hanya mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah keterlaluan” (QS.18:28). “ Sesungguhnya telah kami sediakan untuk penghuni neraka itu banyak jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak di gunakan untuk memahami ayat-ayat Tuhan.” (QS.7;179)
Nabi berkata : “Sesungguhnya Tuhan menghidupkan hati melalui cahaya kebijaksanaan.” “Keimanan telah ditetapkan Tuhan ke dalam hatinya, serta dikokohkan pula dengan ruh dari dirinya.” (QS.58:22)
“Dan kami tunjang pula mereka dengan petunjuk, dan kami teguhkan hati mereka.” (QS.18:13-14). “
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS. 48:4)
”Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.” (QS. 16 :22)
“ Tuhanku, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah ampunan-Mu” ( QS. 3:8 )
“Mereka yang hatinya dipenuhi oleh keragu-raguan, sehingga dalam keragu-raguan itu mereka terombang-ambing.” (QS. 9:45 )
Nabi berkata menurut kabar Imam Bukhari : “ Sesungguhnya setan itu mengalir dalam diri manusia seperti mengalirnya darah, maka aku khawatir bahwa dia akan memasukkan kejahatan ke dalam hatimu.”
Tuhan berfirman : “Mereka itu adalah orang-orang yang tidak dikehendaki Tuhan untuk disucikan hatinya, bagi mereka adalah kehinaan di dunia ini.” (QS. 5:41)

Nabi Ibrahim a.s berdoa :
”dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS. 26 : 87-89)

Nabi Muhammad SAW berdoa : “ Wahai Tuhan, bersihkanlah dariku seluruh kesalahanku dengan air dari salju dan hujan, sucikan kesalahan-kesalahn dari hatiku sebagaimana Engkau menyucikan kotoran dari kain putih dan bebaskan aku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau telah menghilangkan timur dari barat.” Nabi ditanya, “siapakah yang paling baik diantara orang-orang ?” Dia menjawab , ”Setiap orang yang hatinya bersih dan lidahnya berkata benar.” Mereka berkata : “Kami mengenali orang yang lidahnya berkata benar, tetapi siapakah yang hatinya bersih?” Dia berkata : “Dia adalah yang bertakwa dan suci, yang tidak mempunyai dosa, tidak berbuat salah, tidak mempunyai dendam dan tidak menyimpan rasa iri” (Ibnu Majah)

Jadi jelas, amal batiniah mendapat perhatian utama sebelum amal lahiriah. Pernah dikisahkan bahwa Allah mengampuni dosa orang yang telah membunuh sebanyak 100 orang disebabkan hatinya tulus bertobat kepada-Nya. Juga, seorang pelacur mendapat rahmat Allah hanya dikarenakan hatinya berbelas kasih terhadap seekor anjing.
Maka, dalam urutan penyerahan diri kepada Tuhan, seorang muslim menyerahkan hatinya terlebih dahulu, baru setelah itu ia menyerahkan tubuhnya, dan akhirnya jiwa raganya tunduk pasrah kepada Tuhan dengan segala ketetapan-Nya.
Sebenarnya, raga akan tunduk pasrah secara otomatis setelah jiwa tunduk pasrah terlebih dahulu. Karena gerak-gerik raga adalah simbol dari aktifitas jiwa. Spiritualitas mempengaruhi materialitas. Tubuh tidak bergerak sendiri, melainkan hati menyetir kemana ia harus bergerak. Jika hatinya baik, maka menjadi baiklah seluruh aktifitas tubuhnya. Dan sebaliknya, jika hatinya buruk maka menjadi buruklah seluruh aktifitas tubuhnya. Dan jika hati tunduk pasrah, maka tubuhpun ikut tunduk pasrah.
Disini kita bisa memahami kenapa kesaksian kedua tentang Nabi Muhammad baru dapat terucap setelah kesaksian pertama, yaitu tentang ke-Esaan Allah. Kesaksian pertama menjadi dasar bagi munculnya kesaksian kedua.
Ada orang yang hanya bertumpu pada kesaksian kedua saja tanpa yang pertama. Oleh karenanya kita sering melihat kondisi umat yang terjebak pada situasi ritual yang kering tanpa makna, berjalan tanpa arah dan tujuan, berdiri tanpa pijakkan. Apa hasilnya ? Praktek keberagaman umat meningkat seiring meningkatnya problem kemanusiaan seperti kemiskinan, kebodohan, kekerasan, ketidak-adilan, penjarahan harga diri dan harta benda, dan sebagainya.
Pengelolaan bumi oleh manusia menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Itu karena Manusia menghamba kepada hamba. Jasadnya tampak menyembah satu Tuhan, tapi sebenarnya, hatinya dipenuhi oleh banyak Tuhan. Jasadnya tampak pasrah kepada ketetapan Tuhan tetapi hatinya berontak di bawah kendali kecenderugan-kecenderungan selain Tuhan.
Atau sebaliknya, ada orang yang hanya bertumpu pada kesaksian pertama saja tanpa diikuti oleh yang kedua. Hatinya tunduk pasrah kepada Tuhan tetapi jasadnya menolak ketetapan Tuhan yang disampaikan-Nya melalui nabi-Nya.
Muslim sejati adalah orang yang menyerahkan dirinya apa adanya sesuai dengan fitrah penciptaannya. Fitrah adalah sesuatu yang asli. Sudah begitu dari sananya. Aslinya, dia diciptakan dari tanah liat yang diberi bentuk sebagai struktur lahir kemudian ditiupkan ruh Tuhan ke dalamnya sebagai batinnya. Begitu pula dia memahami realitas dirinya sebagaimana aslinya. Dan ketika dia dihadapkan pada ketentuan penyerahan diri kepada Tuhan, maka dia menyerahkan lahir batin itu.
Barangkali, makna seorang muslim tidak bisa di tangkap dengan pasti. Barangkali juga, tidak ada simbol yang muncul sebagai tanda dari makna itu. Mungkin, kita juga tidak begitu suka dengan segala bentuk simbol. Oleh karena kita ingin menyimpan makna itu dengan rapi dan dalam tersembunyi. Kalau demikian, bagaimana seorang muslim bisa dikenali ? Atau bagaimana dengan kebanggaan ketika kita berkata : saksikanlah sesungguhnya aku ini seorang muslim, bisa diwujudkan dengan rendah hati ?!
Kepasrahan yang timbul dari pengetahuan, kesadaran, lalu cinta, mampu memadamkan yang satu dan menghidupkan yang lain. Yang satu itu menjadi padam, lemah tak berdaya agar yang lain bisa hadir dengan segala kehendak dan kekuatannya. Yang satu itu pasrah agar bisa dikuasai oleh yang lain. Jika yag satu itu masih nyata dengan hasrat dan kehendaknya, lalu bagaimanayang lain bisa menguasai sepenuhnya. Kepasrahan hanya ada jika yang satu menerima kehendak sepenuhnya dari yang lain. Yang satu itu adalah kita dan yang lain itu adalah Tuhan.
Dengan demikian, setelah kepasrahan, kita mulai berhenti ber-aku, tidak ada lagi aku, aku dalam berkata, aku dalam berbuat, aku dalam berpikir, aku dalam merasa. Kita memberi semua ruang hanya kepada Tuhan.
Pengetahuan akan realitas tersebut menumbuhkan kesadaran dan akhirnya : cinta. Cinta membuat kita berhenti, agar yang kita cintai bisa berbuat semaunya. Cinta menutupi segalanya hingga yang nampak hanyalah yang dicintai semata. Dimanakah kita yang mencinta ? Tertutupi oleh yang dicintai.
Maka, biarlah Dia yang tercinta yang menentukan simbol-simbol cinta. Sekehendaknya Dia juga, apakah Dia hendak membungkus rapat gejolak cinta atau akan mengungkapkannya untuk diketahui.

Dalam kepasrahan ada cinta
Dalam cinta ada rasa dan kehendak
Manakah milik yang mencinta dan yang dicinta ?
Ah, semuanya menyatu dalam cinta.
Aku mendekati-Nya untuk mencintai, Dia mencariku untuk dicintai
Aku mencintai dengan jeritan; cintai aku
Dia dicintai dalam keluasan cinta-Nya yang sangat.
Mendekat, mencari, melihat, mendengar
Siapakah ?
Sang kekasih
Siapakah ?
Yang mencintai sekaligus dicintai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar