Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Sabtu, 21 Maret 2009

Memasuki Permainan...

Setiap malam kamis, saya menyelenggarakan pengajian karyawan, dimulai dengan sholat Maghrib berjamaah dan ditutup dengan sholat Isya berjamaah. Hanya sebentar, tapi saya berharap keberkahan sholat berjamaah akan memberikan kesan-kesan pengajian yang berbekas pada aktifitas kerja sehari-hari.

Malam kamis itu, kami berkumpul duduk melingkar untuk menghilangkan kesan perbedaan status antara pimpinan dan karyawan, dan yang lebih penting lagi, menghilangkan jarak antara guru dan murid. "Di pengajian ini tidak ada guru dan tidak murid, semuanya bisa menjadi guru dan sekaligus juga bisa menjadi murid. Kita berbicara dan kita juga mendengarkan, malah kalau bisa usahakan lebih banyak mendengar agar kita bisa lebih banyak menerima. Berbicara hanyalah sekedar menguji batas pengetahuan yang bisa saja salah, lalu kita menjadi terbuka untuk mendengarkan masukan-masukan." Demikian saya sampaikan cara mengaji kepada mereka.

Sesungguhnya pengajian ini digelar bukan untuk mereka saja, tetapi untuk saya juga. Saya ingin menyampaikan kepada mereka tentang realitas kehidupan: dari mana, mengapa, bagaimana, untuk apa dan mau kemana. di samping itu, saya juga ingin mendapatkan dari mereka, karena bukan hanya saya yang telah bergumul dengan kehidupan, mereka juga. Saya berharap, pengajian ini akan melahirkan gagasan kehidupan dari perkawinan dua gagasan, yaitu gagasan kehidupan yang sedang saya rasakan dan gagasan kehidupan yang terpendam yang ingin saya bangkitkan dari mereka. Maka, tujuan pengajian ini adalah untuk menemukan. Bukan saya atau mereka yang menemukan, tetapi kami secara bersama-sama yang telah menemukan, sehingga kami bisa berkata, inilah kebenaran yang kami dapatkan, lalu kenapa kami enggan menerapkannya?

Malam kamis itu, kami berbicara tentang film, sinetron, dan sandiwara, yang begitu manarik perhatian untuk terus ditonton. kadang kita ikut hanyut terbawa aliran cerita. Kita ikut semangat, bersedih, dan emosi kita larut bersama emosi para pemain film itu. Padahal, film itu cuma cerita imajinasi, cuma pembagian peran yang disengaja. Di film, mereka yang kaya tidak benar-benar kaya, mereka yang miskin juga tidak benar-benar miskin. Mereka yang berperan sebagai orang baik atau orang hebat, pada kenyataannya tidak sebaik atau sehebat itu. begitu juga dengan peran jahat, kenyataannya mereka tidak sejahat itu.

"Itu karena mereka memainkan peran dengan sungguh-sungguh. Kalau mereka tidak sungguh-sungguh berperan, film tidak akan menarik ditonton, boleh jadi mereka pun akan dipecat sebagai pemain." Saya bilang begitu, dan saya lempar pertanyaan,"mengapa mereka mau dan bisa berperan dengan sungguh-sungguh?"

Beragam jawaban muncul: mereka dibayar, diberi imbalan. Mereka sudah tahu jalan ceritanya sudah baca skenarionya. Ada sutradara yang mengarahkan. Sudah melalui proses editing, acting yang jelek dibuang dan diambil yang bagus.

"Nah, hidup ini juga film seperti itu. Ada banyak peran yang dimainkan dalam hidup ini. Apa peran kita? Sudahkah kita sungguh-sungguh memainkan peran itu? Mengapa tidak sungguh-sungguh berperan? Atau malah kita belum tahu peran kita sebenarnya? Mengapa film kehidupan kita ini jadinya tidak menarik? padahal kita juga diberikan imbalan, diberikan skenario, ada sutradara yang mengarahkan, diberi kesempatan mengedit acting kehidupan kita sendiri. Seperti lazimnya setiap permainan, kita harus bermain dengan sungguh-sungguh, kalau sekedar main-main kita akan kalah, jeleknya kita akan dikeluarkan dari permainan dan akan digantikan dengan pemain lainnya. Hidup ini juga permainan, jadi bermainlah dengan sungguh-sungguh, jangan main-main.

Allah swt menyifati dunia sebagai permainan. Dan kita telah memasuki arena permainan ini, maka harus kita menangkan. Bagaimana caranya? Begini, Pertama, kita harus bertanya dengan jujur kepada diri kita sendiri, seandainya kita telah memainkan peran kehidupan ini dengan sungguh-sungguh, imbalan apa yang kita inginkan? Mereka, para pemain itu, mengetahui dengan pasti berapa besar bayaran mereka sehingga mereka sungguh-sungguh bermain dan bertekad memenangkan permainan atau membat permainan mejadi menarik dilihat. Nah, imbalan apa yang kita inginkan? Biarlah imbalan itu menjadi motivasi dari kesungguhan-kesungguhan yang kita persembahkan."

Pertanyaan itu mengetuk satu demi satu pintu hati para peserta pengajian. Ada yang berkata: saya ingin mendapatkan kesenangan. Apapun yang saya lakukan, hasilnya harus dapat membuat saya senang. Yang lain berkata: saya ingin terus mendapatkan hidayah dan rahmat-Nya. Saya ingin menggapai cita-cita. Saya ingin tetap hidup dalam kenangan orang lain sebagai orang baik. Saya ingin doa-doa saya dikabulkan. Saya ingin selalu diberikan kecukupan. Saya ingin... apapun itu, biarlah menjadi pamrih awal yang mendorong setiap perbuatan. Siapakah yang berbuat tanpa pamrih? Apapun pamrih yang muncul, itu pasti berasal dari kebutuhan dan pengetahuan yang berbeda-beda. Bentuk pamrih akan berkembang seiring dengan berkembangnya kebutuhan dan pengetahuan. Persoalan penting sekarang adalah mereka telah mengetahui apa yang akan mereka peroleh jika mereka berhasil memahami peran kehidupan mereka dan memainkannya dengan sungguh-sungguh.

Perjalanan menemukan identitas diri telah dimulai. Awali dengan Bismillahirrahmannirrahim karena kita membutuhkan hidayah-Nya, rahmat-Nya, kebersamaan-Nya, pengawasan-Nya, kedermawanan-Nya dan segala-galanya dari Dia, yaitu Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Karena Dia dengan kasih sayang-Nya mengetahui ketidakberdayaan kita dan mengetahui kebutuhan kita. Maka kalimat Bismillahirrahmannirrahim menjadi mantra pemusnah kesombongan, sifat egois, dan sifat sok tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar