Total Pengunjung

AYO MEMBACA ALQURAN SECARA BERMAKNA UNTUK MENATA KEHIDUPAN SEMESTA !!

Minggu, 21 Juni 2009

DOA MASYARAKAT MADANI (2)

Saya menyebut doa sebelum dan sesudah tidur sebagai doa masyarakat madani, yaitu sebuah doa yang dipanjatkan oleh seorang muslim yang tidak hanya merindukan tetapi juga berjuang sungguh-sungguh mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat madani untuk menyambut tegaknya khilafah Islamiyyah. Barangkali ada yang menganggap berlebihan apabila saya mengatakan bahwa doa-doa itu akan mengantarkan masyarakat muslim menuju tegaknya khilafah Islamiyyah. Tetapi saya sangat percaya bahwa apa yang telah Allah ciptakan tidak akan pernah sia-sia, termasuk juga kalimat-kalimat dalam doa itu yang terucap melalui lisan Muhammad Rosulullah saw. Apakah kita yang akan menjadikannya sia-sia denganmengucapkannya tanpa kesadaran akan kehidupan dan kemanusiaan? Sampai kapan kita akan terus tenggelam dalam ritual-ritual agama yang kering tanpa makna?

Duhai putri kecilku...
Teruslah berdoa sampai engkau menyadari, disaat kesendirianmu dan dipuncak kelelahanmu, bahwa ketenangan hidup hanya ada bersama Allah, engkau sandarkan dirimu kepada-Nya, biarkan tenggelam dalam pengetahuan-nya hingga engkau tiada: tiada dalam rasa, pikir, kehendak dan gerak. Karena yang ada hanyalah rasa, pikir, kehendak dan gerak Allah. Dan jika benar engkau telah sampai pada ketiadaan, akankah engkau tersakiti oleh hasrat-hasrat dunia-akhirat? Kelak, jika engkau telah tersadarkan dan dapat memahami keberadaan dirimu, panjatkanlah puji syukur kepada Allah yang telah menghadirkan engkau kembali kepada kehidupan bersama orang-orang di sekitarmu. Pada saat itu, engkau tidak lagi sendiri, engkau ada bersama mereka, bahkan engkau adalah mereka. Jika engkau telah merasakan kehidupan, maka mereka pun harus merasakan kehidupan pula. Dan jika engkau mati, secara perlahan-lahan merekapun akan mendatangi kematian pula. Temui, dan ajaklah mereka kembali.

Begitulah, melalui doa sebelum dan sesudah tidur, Muhammad Rosulullah saw menyiapkan pribadi-pribadi muslim untuk menegakkan tatanan kehidupan masyarakat madani. Pribadi muslimyang diperlukan dalam tatanan kehidupan masyarakat madani adalah pibadi yang menyadari dirinya sebagai hamba Allah sekaligus juga menyadari dirinya sebagai Khalifah-Nya.

Doa sebelum tidur memelihar penghambaan seorang muslim bahwa seluruh kehidupan dan kematiannya adalah pengabdian terus-menerus kepada Allah. Melalui doa itu, ia melihat dirinya sebagai makhluk individual, yang ada hanyalah ia dan Tuhannya. Perhatikan: kata ganti dalam kalimat doa sebelum tidur menggunakan kata ganti orang pertama tunggal lalu berubah menjadi kata ganti orang pertama jamak/plural pada kalimat doa setelah tidur. Itu berarti setelah seorang muslim terbina secara individual, ia bangkit sebagai makhluk sosial menyebarkan kesadaran itu kepada individu-individu lainnya.

Senin, 15 Juni 2009

DOA MASYARAKAT MADANI (1)

Hal yang sangat menyenangkan ketika hendak tidur malam adalah saat pasangan jiwaku berkata kepada sang putri kecil: Ayo de, baca doa dulu. Lalu sang putri kecil itu mengucap: bismillahirrahmanirrahim, bismika allahumma ahya wa bismika amuut. Mengapa menyenangkan? jangan dikira setelah mengucap doa tidur itu ia langsung tidur sehingga memberikan kami waktu lebih banyak untuk mengenang kehidupan yang telah lalu sambil merencanakan kehidupan selanjutnya. Malah, setelah doa itu, ia tetap saja asyik bermain-main dan seringkali membuat kami kehabisan waktu untuk saling bercakap-cakap, menggenapkan kehidupan.

Yang menyenangkan darinya adalah kemampuannya mengucap doa disertai basmalah diusianya yang masih sangat belia: 2 tahun. Menyenangkan, karena ia telah terbiasa mengucap doa sebelum tidur dan semoga cepat menyadari mengapa doa itu harus diucapkan.

Kira-kira, kapankah ia mulai menyadari? pertanyaan itu sering menggoda, tapi ah, terlalu cepat
mengharapkannya diusianya yang masih 2 tahun. Toh, banyak juga orang dewasa yang belum juga menyadari mengapa doa sebelum tidur itu disunnahkan Rosulullah saw? dan mengapa kalimat itu yang dipilih, bukan yang lainnya?

Saya percaya bahwa pilihan kalimat doa itu mengandung maksud dan tujuan yang sangat berkekuatan untuk membangun kehidupan umat. Bukankah apa yang diucapkan oleh Rosulullah saw semata-mata adalah atas dorongan wahyu, bukan atas kehendak nafsunya sendiri? Saya jadi teringat dengan komentar seorang teman bernama Zainal Ahmad, kira-kira begini: Membaca tulisan manusia, saya selalu melihat apa maksudnya, bukan pilihan kata atau istilahnya... nah, kalimat doa itu adalah kalimat yang diucap oleh Muhammad Rosulullah saw. Ia bukan sekedar manusia biasa, tetapi manusia rosuli yang ucapannya adalah wahyu Tuhan yang mengutusnya.

Maka, saya berkeyakinan bahwa kalimat doa itu adalah bukan kalimat biasa tetapi kalimat bertuah luar biasa bagi kehidupan dan kemanusiaan, tidak sekedar menghasilkan tabungan pahala yang bertumpuk-tumpuk untuk dicairkan di kehidupan kemudian, tetapi menghasilkan manfaat tunai yang bisa dinikmati pada kehidupan saat ini juga.

Kira-kira, apakah yang membuat Muhammad rosulullah saw dan para sahabatnya berhasil membangun masayarakat madinah yang begitu menginspirasi umat Islam pada generasi selanjutnya sampai saat ini? Apakah, salah satunya, lantaran kalimat doa itu yang mereka ucapkan setiap menjelang tidur? Jika jawabannya Ya, mengapakah kita belum berhasil membuat karya yang sama padahal kita juga mengucap kalimat doa yang sama?

Saya menjawabnya tidak, kalimat doa sebelum tidur tidak cukup menjadi penggerak keberhasilan Muhammad rosulullah saw dan para sahabatnya. Kelak kalimat doa sebelum tidur itu harus dilanjutkan setelah bangun tidur. Dua kalimat doa itulah, yaitu doa sebelum dan sesudah tidur yang menjadi salah satu senjata umat Islam pada masa-masa awal dalam membangun kehidupan masyarakat madinah.

Pertanyaannya: bukankah kita juga mengucap dua kalimat doa itu seperti mereka juga? tetapi mengapa dampaknya tidak sama?

Bersambung...

Kamis, 11 Juni 2009

DOA SEORANG MUSLIM

Seorang muslim mengenal Allah sebagai satu-satunya Tuhan, yang tidak ada Tuhan lain selain Dia, yang hidup kekal dan terus-menerus mengurus makhluknya dengan tuntas. Dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur. Dia memiliki apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka, sedangkan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Dia maha tinggi lagi maha agung (QS. 2:255).

Kalau demikian, bukankah seorang muslim akan selalu merasa aman dalam hidupnya? Ia sadar betul kepada siapa ia memasrahkan hidupnya. Ia telah dihindarkan dari rasa takut, cemas dan gelisah. Dan ia telah dijauhkan pula dari rasa lapar dan haus (QS. 106:4). Segala kebutuhannya telah dicukupi Tuhannya (QS.39:36)

Kalau begitu, apa lagi yang bisa menjerumuskannya dalam kebimbangan dan rasa was-was? Tidak ada sama sekali setelah ia menerima ajaran Tuhannya. Ia membaca: "Cukuplah Allah menjadi penolong kamu dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia Allah. Mereka tidak mendapatkan bencana apa-apa. Mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar" (QS. 3:173-174). "Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu menyerahkan segala urusanmu jika kamu benar-benar beriman. (QS. Almaidah:23). Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong" (QS. Alfurqan:31).

Allah menciptakan kita, lalu Dia suruh kita hanya mengabdi kepada-Nya saja. Allah menciptakan kita dalam keadaan yang selalu susah dan payah: menghadapi ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa, dan buah-buahan (QS. 2:155). Lalu apa yang bisa menghalangi Allah untuk menolong kita? Segala sesuatunya bermula dari-Nya dan akan kembali berakhir kepada-Nya (QS. 2:156).

Nabi Ibrahim as dihadapkan pada kezaliman seorang penguasa. Ketika beliau diceburkan ke dalam tumpukan api besar, ia hanya berkata: "Cukuplah Allah sebagai tempat berserah diri." Lalu ia keluar dari api dalam keadaan selamat tanpa sedikitpun bagian-bagian tubuhnya tersentuh api.

Kita diajarkan agar berdoa kepada Allah untuk memenuhi segala kebutuhan dan untuk mengatasi rasa takut. Kenapa mesti berdoa? Padahal Dia maha mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dengan ilmu dan kekuasaan-Nya, Dia mengurusi makhluk-Nya dengan tuntas. Dia sibuk setiap hari, tidak tidur dan tidak pula mengantuk. Dia adalah penguasa segala sesuatu. Tidak ada penguasa selain-Nya. Dia adalah penguasa yang sangat dermawan. Kedermawanan-Nya bersifat azali. Tidak perlu ada syarat tertentu agar kedermawanan-Nya muncul. Tidak perlu ada sogokan. Tidak perlu ada permintaan. Jika demikian, kenapa kita harus berdoa?

Berdoa adalah ibadah. Kita hidup hanyalahh untuk beribadah. Seluruh kehidupan kita adalah ibadah. seluruh kehidupan kita adalah sholat, puasa, zakat, haji, dan: berdoa. Seluruh kehidupan kita adalah pengabdian kepada-Nya. Seluruhnya, bukan sebagian-sebagian.

Pada saat seorang muslim berdoa, tampaklah pengabdiannya kepada Allah. Jadi yang tampak bukan kemampuannya meminta. Seorang yang telah menyerahkan segala-galannya kepada Allah, tidak ada lagi yang tersisa pada dirinya, tidak juga kemampuan meminta.

Dalam kepasrahan, yang ada hanyalah: sepi, sunyi dan senyap. Tidak ada lagi kehendak, karena yang berkehendak adalah yang menguasai, kehendak yang dikuasai adalah kehendak yang menguasai. Itu saja.

Maka, ketika kebutuhan kita tercukupi atau keinginan kita terwujud, itu bukan lantaran kehendak kita, dan itu juga bukan lantaran doa kita. Semata-mata itu hanyalah kehendak Allah.

Pada saat kebutuhan hidup begitu menghimpit, lantas muncul kehendak untuk berdoa, maka berdoalah. tapi ingat, kehendak itu bukan kehendak kita, tapi kehendak Allah. Dia berkehendak agar kita selalu beribadah kepada-Nya semata. Lalu dengan cara-Nya sendiri Dia menjadikan kita selalu beribadah kepada-Nya, termasuk dengan cara berdoa.

Jadi, bagi seorang muslim yang utuh, berdoa bukanlah perilaku yang menyimpang dari laku kepasrahan kepada Allah. Bahkan berdoa adalah sebagian bentuk dari kepasrahan. Kita pasrah ketika Dia berkata: berdoalah kepada-Ku. Lantas kita berdoa kepada-Nya.

Duhai... para pencari ketenangan,
Pecinta kedamaian,
Kembalilah kepada Tuhanmu.
Biarkan Dia menggenggam dirimu
Dengan jari-jemari-Nya yang lembut dan penuh kasih.
Biarkan kehendak-Nya memenuhi rongga-rongga dirimu.
Biarkan, karena dirimu adalah milik-Nya.
Dan, sekali-kali Dia tidak akan menganiaya milik-Nya sendiri.

Minggu, 07 Juni 2009

MENJADI ROSUL: Mengajarkan Alkitab dan Alhikmah (1)

Setelah menyampaikan ayat dan membebaskan dirinya dan masyarakatnya dari segala ketergantungan kepada selain Allah, tugas kerosulan berikutnya adalah mengajarkan Alkitab dan Alhikmah (QS. 2:151). Tampaknya, seorang muslim yang berperan sebagai Muhammad Rosulullah harus senantiasa berada di tengah-tengah masyarakat yang mengenalinya. Karena itu, seorang muslim hendaknya tetap menjaga dan memelihara rekam jejak kehidupnya supaya terus berada di jalan yang lurus, yaitu jalan yang pernah dilalui oleh para Nabi dan para Rosul. Dari situ, keselarasan antara kata dan perbuatannya benar-benar diuji oleh masyarakatnya.

Kepada siapakah seorang muslim mengajarkan Alkitab dan Alhikmah? kepada orang-orang kafir dan musyrik? lalu siapakah orang-orang kafir dan musyrik itu? Melemparkan pandangan kepada non muslim hanya akan membuat kita tidak mengaca diri, apakah kita sendiri telah terbebas dari kekafiran dan kemusyrikan? Untuk mengetahuinya, kita dapat melihat parameter kekafiran dan kemusyrikan yang ditetapkan oleh Allah sendiri. Parameter itu telah termaktub dalam Alkitab dan Alhikmah, dan bisa diuji kapan saja oleh siapa saja. Parameter itu bersifat obyektif yang bisa diukur secara kuantitatif dan kualitatif, bukan subyektif yang bersumber dari angan-angan dan khayalan seseorang yang bisa saja berbeda satu sama lainnya. Begitu pula dengan paramater keislaman seseorang.

Untuk menguraikan parameter-parameter itu, rasanya ruang ini tidak mencukupi. Perlu dibuat satu forum khusus yang berkelanjutan dan menggerakkan, bukan terbatas pada pengungkapan wacana tetapi harus menghasilkan sebuah gerakan Revolusioner untuk kebangkitan Islam.

Duhai...
Rindukah engkau? Pada suatu hari kita duduk-duduk bersama mempelajari Alkitab dan Alhikmah. Dan jika waktunya telah tiba, seseorang diantara kita berdiri mengumandangkan adzan lalu kita berdiri dalam barisan-barisan yang rapat, dan seseorang diantara kita yang paling dalam dan luas pemahamannya tentang Alkitab dan Alhikmah dipilih sebagai Imam. Kemudian ia maju kedepan memimpin jamaah dan berkata: luruskan dan rapatkan barisan, jangan biarkan setan-setan berada dalam barisan, memasuki hidup kalian lalu merusak pengabdian kalian kepada Allah.

Tapi baiklah, saya ajukan satu parameter saja: Sesungguhnya orang-orang kafir itu, sama saja bagi mereka, diberi peringatan atau tidak, mereka tidak beriman juga (QS. 2:6). Apakah peringatan itu? Alqur'an? Sudah berapa lamakah kita membaca dan mengajarkannya? Apakah yang kita peroleh darinya untuk kehidupan dan kemanusiaan kita? Iman? Apakah dengan iman itu kita hanya mengangguk-angguk percaya begitu saja? ataukah dengan iman itu kita melakukan aksi-aksi seperti Rosulullah dan para sahabatnya? Sudahkah dengan iman itu kita menghasilkan karya-karya nyata untuk perbaikan tatanan kehidupan dan kemanusiaan? Bagaimanakah kesadaran kita seharusnya? Perhatikan: Sesungguhnya Kami telah memberikan Alkitab dan Alhikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikannya 'kerajaan yang besar' (QS. 4:54).

Bukankah kita telah menerima ajaran dari Alkitab dan Alhikmah, yaitu ajaran yang pernah diterima oleh Muhammad dan Ibrahim? tetapi kapankah kita mewujudkan 'kerajaan yang besar' itu? Alkitab dan Alhikmah adalah epistemologi/manhaj/thariiqoh umat Islam untuk mencapai 'kerajaan yang besar' itu, lalu apakah yang telah kita capai dengan Alkitab dan Alhikmah yang sama itu? Masihkah kita bertahan dengan epistemologi/manhaj/thariiqoh yang terbukti tidak mampu mengantarkan kita kepada 'kerajaan yang besar' itu?

Seorang muslim menyadari bahwa cara-cara terbaik hanya ada dalam Alkitab dan Alhikmah. Oleh karena itu, ia selalu membaca dan mengajarkannya. Muhammad Rosulullah saw telah berkata: orang yang terbaik diantara kalian adalah orang yang membaca Alqur'an dan mengajarkannya. Kepada siapakah? kepada sesama muslim itu sendiri. loh? Ya! seorang muslim hendaknya berdakwah terlebih dahulu kepada sesamanya. Setelah umat Islam mampu membaca Alkitab dan Alhikmah, memahami ketetapan-ketetapan Allah di dalamnya, menerima ajaran-ajaran-Nya dan menjadikannya sebagai sikap dan pandangan hidupnya sehingga konsep dan perilaku kehidupan umat Islam begitu baik bagi tatanan kehidupan dan kemanusiaan, maka dengan sendirinya, kelak umat lainpun akan tunduk dan bergabung dalam Islam dengan berbondong-bondong tanpa perlu didakwahi (QS. 110:1-2)

Begitulah yang dilakukan oleh Muhammad Rosulullah saw, ia menyampaikan ayat-ayat Tuhan, mensucikan diri dan mengajarkan Alkitab dan Alhikmah kepada kaumnya sendiri (QS. 62:2). Ia tidak menyampaikan risalahnya kepada Yahudi dan Nasrani, tetapi ia berhadap-hadapan dengan kaum Quraisy Mekah yang masih kerabatnya sendiri. Kepada mereka, ia tidak mendakwahkan sebuah agama baru yang tidak dikenal. Ia mengajak kaumnya untuk menegakkan kembali ajaran Tauhid, yaitu Al-Islam sebagaimana yang telah diajarkan oleh Ibrahim, nenek moyang mereka sendiri.

Untuk lebih jelas, baiklah kita menengok ke masa lalu. Sejarah mencatat bahwa kota Mekah adalah sebuah oase di tengah padang pasir yang tidak pernah terjajah oleh kekuasaan adidaya pada saat itu, yaitu Persia dan Romawi. Kota Mekah juga tidak pernah tersentuh oleh agama apapun: Yahudi, Nasrani dan Majusi. Agama mereka adalah agama Ibrahim yaitu Islam yang semakin hari semakin diselewengkan oleh tradisi paganisme dan kapitalisme. Jadi, kaum Quraisy Mekah adalah sekelompok muslim yang telah meninggalkan ajarannya dan lama-kelamaan mereka menjadi tersesat jauh sekali. Lalu Muhammad Rosulullah saw datang mensucikan dan membebaskan mereka dari ketersesatan sehingga mereka dapat kembali kepada ajaran Tuhan mereka.

Bacalah dengan tertib dan perlahan-lahan:

Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan, lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: dan juga dari keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang yang zhalim (QS. 2:124).

Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu, yaitu Baitullah sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i'tikaf, ruku dan sujud (QS. 2:125).

Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali (QS. 2:126)

Dan ingatlah ketika Ibrahim membina dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdoa: Ya Tuhan kami terimalah amalan-amalan kami. Sesungguhnya Engkaulah yang maha mendengar lagi maha mengetahui (QS. 2:127).

Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua sebagai muslim dan jadikanlah juga anak cucu kami sebagai umat Islam, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah yang maha menerima taubat lagi maha penyayang (QS.2:128).

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rosul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Alkitab dan Alhikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang maha perkasa lagi maha bijaksana (QS. 2:129).

Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: Berislamlah! Ibrahim menjawab: aku telah berislam kepada Tuhan semesta alam (QS. 2:131)

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'kub. Ibrahim berkata: hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali kamu tetap memeluk agama Islam (QS. 2:132).

Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan tanda-tanda maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq yaitu Tuhan yang maha esa dan kami adalah orang-orang Islam yang tunduk patuh kepada-Nya (QS. 2:133)

Dan mereka berkata: hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk. Katakanlah: Tidak, tetapi kami mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Dan ia bukanlah termasuk orang-orang musyrik (QS. 2:135).

-----bersambung aja.........

Rabu, 03 Juni 2009

MENJADI ROSUL (3)

MENSUCIKAN DIRI

Seorang muslim menerima ayat-ayat Alqur'an sebagai petunjuk yang ia gunakan untuk menyelesaikan problema kehidupan dan kemanusiaan yang ia hadapi saat ini. Untuk itu, ia bersikap sami'na wa atho'na, kami dengar dan kami taat (QS. 24:51) terhadap ayat-ayat yang ia baca sendiri atau yang ia dengarkan dari orang lain.

Suatu malam, ada seorang teman yang bercerita, mengapa ia mampu menghentikan kebiasaannya merokok, karena ia telah membaca ayat yang menyuruh makan makanan yang halal dan thoyyib, lantas ia berhenti merokok secara total. Ia melihat rokok sebagai sesuatu yang tidak thoyyib bagi dirinya karena rokok itu merusak kesehatan dirinya dan juga orang lain. Selanjutnya ia tidak sama sekali merokok seperti ia tidak sama sekali minum khamr atau makan babi. Teman saya yang lain, begitu bersemangat sekali mencari rezeki, agar kelak ia bisa mengamalkan ayat tentang poligami. Ah, teman yang satu itu tentunya lebih banyak dari pada teman yang pertama tadi. Apapun kadar pemahaman mereka terhadap ayat, mereka berusaha membaca, mendengar, lalu mentaati. Kadang saya suka bertanya kepada diri saya sendiri, apakah saya bisa seperti mereka? menerima ayat lalu mentaatinya sebagai petunjuk? Sampai saat ini saya masih terus bertanya, pengetahuan apakah yang telah diterima Umar bin Khattab ketika ia membaca awal-awal surah Thaha? lalu sikap dan pandangan hidupnya terhadap Islam berubah drastis? Sampai saat ini saya masih membaca ayat itu dan tetap saja tidak merasakan apa-apa.

Duhai...
Berapa lama lagi aku harus khatam membaca kitab-Mu sampai aku bisa menerima ajaran-Mu? Lalu, bagaimanakah aku harus mengikuti engkau, wahai Rosulullah?

Seorang muslim menjadi gelisah ketika Alqur'an yang ia baca berulang-kali tidak juga memberikan petunjuk bagi kehidupannya, sementara ia percaya bahwa Alqur'an diturunkan sebagai petunjuk kehidupan, dan ia pun banyak mendengar para pakar Islam sering berkata bahwa kemerosotan umat Islam disebabkan mereka telah hidup menjauhi Alqur'an, tetapi bagaimanakah Alqur'an itu menjadi petunjuk? Lalu berapa kali lagikah Alqur'an harus dibaca?

Duhai...
Dimanakah engkau, wahai Rosulullah?
sungguhkah engkau biarkan kami terombang-ambing kesana kemari mencari kebenaran? Siang malam kami lelah membaca ayat-ayat yang telah engkau sampaikan, tetapi mengapa keadaan kami tidak seperti keadaan orang-orang yang telah engkau bimbing?

Duhai...
Dimanakah engkau, wahai Rosulullah?
Datang dan genggamlah tangan-tangan kami. Seorang diantara kami telah membuat kami tersentak hebat dan terus menjadi gelisah ketika ia berkata: satu-satunya agama besar di dunia yang tidak punya pemimpin adalah Islam. Benarkah? kenyataannya kami memang tercerai berai dan hidup di dalam kotak-kotak kami sendiri.

Seorang muslim menyadari bahwa ada syarat yang harus dipenuhi ketika ia hendak membaca Alqur'an, yaitu: bersuci. Allah berfirman: laa yamassuhu illal muthaharuun, tidak bisa menyentuh Alqur'an kecuali orang-orang yang telah disucikan. Setelah menerima ayat itu, seorang muslim tidak sekedar mensucikan tubuhnya saja dengan mandi junub dan berwudhu, tetapi ia juga mensucikan jiwanya dari kotoran dan najis-najis yang menodai hubungannya dengan Allah. Persentuhannya dengan Alqur'an bukan hanya persentuhan fisik belaka, melainkan juga persentuhan jiwa. Bagaikan bersama pasangan jiwanya, ia bersentuhan dengan Alqur'an melalui jiwa-raganya. Dengan mensucikan jiwa-raganya, ia membuka diri secara penuh untuk dirasuki oleh ruh suci Alqur'an. Ketika itu, alqur'an mulai menjadi sikap dan pandangan hidupnya. Mulai saat itu, ia tidak hanya kecewa dan tersakiti ketika lembaran-lembaran Alqur'an dirusak dan dinista. Ia juga kecewa dan tersakiti, ketika ajaran-ajaran Alqur'an dirusak, dinista dan diselewengkan.

Seorang muslim yang melakoni peran Rosulullah mulai mensucikan dirinya baru kemudian mensucikan orang lain. Ia harus tersucikan terlebih dahulu sebelum mensucikan orang lain. Bagaimanakah ia mensucikan dirinya? Sebagai muslim, ia telah menerima Muhammad Rosulullah saw sebagai teladan kehidupan (QS.33:21) Maka, ia membaca dan menjiwai kehidupan Muhammad Rosulullah saw, bagaimanakah beliau mensucikan dirinya dan umatnya.

Semenjak muda, Muhammad bin Abdillah senantiasa menenggelamkan dirinya ke dalam samudra pemikiran dan perenungan yang luas. Kegiatannya sebagai penggembala kambing dan keikutsertaannya dalam perjalanan-perjalanan dagang, memberinya waktu yang cukup untuk berada di tengah-tengah gurun pasir yang luas, di bawah langit malam yang bersih, bertemu dengan berbagai bentuk pemikiran, tradisi dan kepercayaan dari masyarakat-masyarakat yang ia singgahi. Semua pengalaman itu memberinya ruang yang cukup baik baginya untuk memikirkan tentang kebenaran. Apakah kebenaran itu? Adakah kebenaran itu pada masyarakat paganisme yang begitu sangat bergantung pada benda-benda yang diberhalakan? Ataukah kebenaran itu ada pada perdebatan-perdebatan dan propaganda teologi Yahudi dan Nasrani? ataukah ada pada tempat yang lain?

Ia terus berpikir tentang kebenaran, dan selama itu pula ia menghindarkan diri dari kemewahan dan pesta masyarakat kota. Ia juga membebaskan dirinya dari tradisi penyembahan berhala-berhala. Pada saat yang sama, ia tetap berlaku santun, bersikap dermawan, berkata lembut dan baik, menjaga silahturrahmi, dan menjadi orang yang dapat dipercaya oleh siapa saja hingga ia mendapatkan tempat istimewa di hati masyarakatnya. Pada waktu-waktu tertentu, ia mengikuti tradisi-tradisi masyarakat yang hanif, menyendiri di tempat-tempat sunyi untuk berpikir sungguh-sungguh dan lebih mendalam lagi tentang apakah kebenaran itu?

Dalam upaya mensucikan diri, Muhammad telah meneladani Ibrahim, yaitu: membebaskan diri dari perilaku penyembahan berhala. Di tengah perilaku paganisme yang dipercaya sebagai kebenaran oleh masyarakat saat itu, keduanya berlepas diri dan menjadi terasing dari apa yang dianggap benar pada saat itu.

Nabi Ibrahim as adalah teladan yang baik bagi generasi muslim selanjutnya (QS. 16:120) dan Nabi Muhammad saw mengikutinya (QS. 16:123) kemudian ia pun menjadi teladan yang baik pula bagi generasi muslim sesudahnya (QS.33:21). Dan... mengapakah kita tidak menjadikan Muhammad Rosulullah saw sebagai teladan ketika ia mensucikan dirinya dan masyarakatnya dengan cara membebaskan diri dari ketergantungan kepada segala sesuatu selain Allah?

Sebagai penerus tugas kerosulan, seorang muslim hendaknya membebaskan dirinya dari ketergantungan kepada berhala-berhala yang bisa saja berupa harta, jabatan, anak dan keluarga, status sosial, pekerjaan, koalisi politik, gurunya sendiri, dll. Ia juga membebaskan masyarakatnya dari ketergantungan itu semua dan juga dari dirinya sendiri. Ia tidak menyembah berhala dan ia juga tidak membiarkan dirinya diberhalakan oleh orang lain. Ia harus membersihkan tempat-tempat ibadahnya dari berhala-berhala yang berupa kepentingan-kepentingan dan pendapat pribadi ataupun kelompok.

Jika setiap kelompok di masyarakatnya memiliki berhalanya masing-masing, baik dalam bentuk visi misi, gagasan, atribut atau simbol-simbol kelompok, maka ia harus menghancurkan semua berhala itu dan mengajak mereka kembali kepada visi misi, dan gagasan Tuhan yang satu. Berhala terbesar yang harus ia hancurkan adalah berhala dalam rupa dirinya sendiri, agar ia pun tidak menjadi tuhan kecil di samping Allah (QS. 3:64). Maka, seperti perintah Musa kepada kaumnya, ia pun membunuh dirinya sendiri (QS. 2:54) dengan cara mematikan keakuan dirinya. Ketika keakuan dirinya telah mati, ia berhenti beraku, baik aku dalam pikir, kehendak dan perbuatan. Dengan berhenti beraku, ia memberi semua ruang hidupnya kepada Tuhan. Ia mengajak masyarakatnya kepada kehendak Tuhannya, bukan kehendak dirinya. Ia mengajak kepada ajaran dan pandangan hidup Tuhannya, bukan ajaran dan pandangan hidup dirinya. Dengan begitu, ia telah membebaskan dirinya dan masyarakatnya dari segala ketergantungan kepada selain Allah. Dengan begitu, jiwanya menjadi suci dari najis-najis kemusyrikan, baru kemudian ia dapat menerima ajaran-ajaran Allah yang ia temui dalam Alkitab dan Assunnah lalu menyampaikan ajaran-ajaran itu kepada masyarakatnya.